Novli Wanda: Kawal dan Perjuangkan DBH Kelapa Sawit Rohul

Rokan Hulu | Jumat, 16 Juni 2023 - 21:49 WIB

Novli Wanda: Kawal dan Perjuangkan DBH Kelapa Sawit Rohul
Ketua DPRD Rohul Novli Wanda Ade Putra ST MSi (ISTIMEWA)

PASIRPENGARAIAN (RIAUPOS.CO) - Pemerintah Pusat melalui Kementerian Keuangan berencana ingin menyalurkan transfer ke daerah dalam bentuk dana bagi hasil (DBH) dari sektor perkebunan kelapa sawit.

Dengan mempersiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang DBH kelapa sawit, sebagai peraturan pelaksana dari Undang-undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).


Tentunya informasi dari Pemerintah Pusat tersebut, menjadi berita baik bagi kabupaten/kota penghasil kelapa sawit di Provinsi Riau. Rokan Hulu (Rohul) khususnya, menjadi salah satu kabupaten penghasil kelapa sawit di Bumi Lancang Kuning yang menyumbang cukup signifikan atas luas lahan perkebunan. Tercatat, luas areal kelapa sawit perkebunan rakyat Kabupaten Rohul 162.087 hektare (ha), sesuai data Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian RI Tahun 2021.

Menyikapi kebijakan Pemerintah Pusat terkait penyaluran DBH kelapa sawit, Ketua DPRD Rohul Novli Wanda Ade Putra ST MSi menjawab Riaupos.co, Jumat (16/6/2023) menyampaikan presiasi setinggi-tingginya kepada Pemerintah Pusat dengan kebijakan akan menyalurkan transfer ke daerah dalam bentuk DBH dari sektor perkebunan kelapa sawit.

Tentunya sebagai salah satu daerah penyumbang hasil dan lahan kelapa sawit terluas di Riau, lanjut politikus Partai Gerindra Rohul itu, potensi penerimaan daerah ini harus benar-benar dikawal dan memperjuangkan penerimaan DBH kelapa sawit untuk Kabupaten Rohul.

‘’Kita semua perlu urung rembuk antara semua leading sector dengan semangat kepemimpinan kolaboratif, guna mencari informasi mengawal dan memperjuangkan DBH kelapa sawit untuk Rohul,’’ ujar Bacaleg Provinsi Riau Dapil Rohul itu.          

Pria yang akrab disapa Bung Wanda itu menjelaskan, sesuai RPP DBH Kelapa Sawit yang disiapkan Pemerintah Pusat,  pagu DBH sawit ditetapkan paling rendah sebesar 4 persen dari penerimaan negara. Untuk besaran persentase DBH sawit disesuaikan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara serta dalam kondisi tertentu pemerintah dapat menetapkan alokasi minimum DBH sawit nasional.

Peruntukan DBH sawit tersebut, kata Ketua Tidar Riau itu,  dibagikan kepada provinsi yang bersangkutan sebesar 20 persen, kabupaten/kota penghasil sebesar 60 persen, dan kabupaten/kota lainnya yang berbatasan langsung dengan daerah penghasil sebesar 20 persen.

Jika merujuk data yang dirilis BPS Tahun 2022, tercatat, Riau masih menjadi provinsi penghasil kelapa sawit terbesar dengan luas sebesar 2,86 juta hektare atau 19,55 persen dari total luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Wanda mengatakan, kesiapan daerah dalam merespons kebijakan Pemerintah Pusat terkait DBH kelapa sawit, diriny selaku Ketua DPRD Rohul bersama dengan ketua dan anggota Komisi II DPRD  melakukan raker bersama dengan Dinas Perkebunan dan Peternakan dan Plt Kepala Badan Pendapatan Daerah Rohul bertempat di ruang rapat Komisi, Senin (12/6/2023) lalu.

Disebutnya, ada tiga poin penting yang harus menjadi perhatian bersama. Satu, sudah sejauh mana pemerintah daerah melakukan koordinasi dengan Pemerintah provinsi Riau dan Pemerintah Pusat untuk mendapatkan informasi terkait DBH kelapa sawit.

Di dalam RPP tersebut, sebutnya, kenapa hanya 4 persen yang dibagi hasilkan, sementara pemerintah daerah bagian dari pemerintahan yang menjadi ujung tombak pelayanan terhadap kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat.

‘’Kenapa tidak 50 persen yang dibagi hasilkan? Dari pagu DBH penerimaan negara itu kepada provinsi dan kepada kabupaten/kota penghasil kelapa sawit? Bukankah dari 4 persen itu dibagi kembali, 60 persen untuk daerah penghasil, 20 persen untuk provinsi dan 20 persen untuk kabupaten/kota tetangga penghasil kelapa sawit,’’ ujarnya.

Bukankah angkanya cukup kecil dari total penerimaan negara dari sektor CPO/DBH kelapa sawit.

‘’Ini sebetulnya yang kami tuntut dari pemerintah pusat terhadap rancangan DBH kelapa sawit ini yang rasional dan berkeadilan. Sehingga ini dapat di nikmati oleh masyarakat kita dalam bentuk perbaikan infrastruktur jalan produksi, teknologi perkebunan/pertanian, stimulan lainnya untuk mensejahterakan para petani kelapa sawit khususnya’’ tuturnya.

Kedua, hal yang menjadi bias adalah perbedaan data luasan perkebunan kelapa sawit.

‘’Hari ini kami temukan, pencatatan terhadap luasan perkebunan kelapa sawit yang dimiliki oleh pemerintah daerah, pencatatan data yang dimiliki oleh BPS, dan pencatatan yang dimiliki kementerian/ATR BPN itu terdapat perbebedaan yang cukup signifikan,’’ katanya.

Maka itu, DPRD Rohul memandang ini penting untuk dirumuskan terlebih dahulu. karena akan berpengaruh terhadap besaran alokasi DBH kelapa sawit yang akan dialokasikan kepada daerah. Sehingga nanti dalam penetapannya tidak terjadi kerancuan.

‘’Kita tidak ingin dan tidak berharap persoalan ini akan menjadi persoalan baru dan menohok di kemudian hari. Alangkah lebih baiknya, harus memiliki persepsi kesamaan data atau indikator dalam penghitungan pagu DBH kelapa sawit. Ini penting untuk diduduk-kan terlebih dahulu, baik oleh pemerintah daerah bersama dengan Pemerintah Pusat,’’ katanya.

Ketiga, persoalan produktivitas lahan yang erat kaitannya dengan legalitas atau perizinan dari pabrik/perkebunan kelapa sawit.

‘’Jika tidak ada kesamaan data terhadap menghitung luasan perkebunan kelapa sawit, baik yang memiliki izin ataupun yang tidak memiliki izin. Ini akan menjadi perdebatan panjang, mana seharusnya data yang kita gunakan dalam rangka menghitung besaran alokasi DBH yang akan dibagikan kepada daerah-daerah penghasil kelapa sawit,’’ sebutnya.

Wanda berharap catatan-catatan dari DPRD Rohul ini dapat menjadi perhatian bersama baik itu oleh pemerintah daerah ataupun pemerintah pusat. Di samping pemerintah daerah harus memiliki data dan informasi yang valid.

Baik itu mengenai perkebunan atau lahan yang sudah memiliki izin/legalitas ataupun yang non-perizinan. Ini sangat krusial dalam rangka meningkatkan bagi hasil atau pendapatan bagi daerah kita, untuk perkebunan dan perusahaan non-perizinan bisa di dorong untuk mengurus izin.

Agar pendapatan daerah bisa dioptimalisasi, dan kemudian dapat merancang peruntukkan program perbaikan terhadap infrastruktur perkebunan yang berhulu kepada meningkatnya produktivitas komoditi sawit.

‘’Mari kita kawal dan perjuangkan DBH Kelapa Sawit untuk Kabupaten Rohul sebagai daerah dengan penghasil dan lahan perkebunan kelapa sawit terluas di Riau,’’ tambahnya.

Laporan: Engki Prima Putra
Editor: Edwar Yaman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook