SYUKURAN WARGA SEKAMPUNG

Menjaga Niat yang Tak Biasa

Rokan Hulu | Minggu, 11 Juli 2021 - 12:53 WIB

Menjaga Niat yang Tak Biasa
Masyarakat di kawasan Cipang Raya melakukan aktivitas di tepi Sungai Tibawan, beberapa waktu lalu. (GOBER FOR RIAU POS)

Niat yang ini sangat berbeda. Niat Tahun namanya. Kehadirannya dipenuhi kesakralan doa dan kemauan seluruh masyarakat yang diaminkan para ulama. Sungguh, niat penyempurna syukur tahunan yang tidak biasa.

 


(RIAUPOS.CO) - SETIAP tahun, masyarakat di Desa Cipang Kanan, Kecamatan Rokan IV Koto, menggelar satu acara adat yang diberi nama niat tahun, yakni syukuran warga sekampung. Di desa lain yang masuk dalam kawasan Cipang Raya juga melaksanakan tradisi tersebut. Syukuran ini dibuat sebagai salah satu cara mengungkapkan rasa syukur, karena selama setahun sebelumnya, masyarakat di desa ini masih diberi kemurahan rezeki, diberi banyak kemudahan dalam memperoleh rezeki dan dijauhkan dari mara bahaya. Niat tahun ini juga diniatkan agar setahun ke depan kondisi di desa tersebut akan lebih baik atau paling tidak dalam keadaan yang sama.


Masyarakat Cipang Kanan 80 persen berkerja di kebun karet. Kebun milik sendiri. Selebihnya ada yang berkerja sebagai pegawai, petani dan juga pedagang. Dalam setahun, warga dengan berbagai pendapatan dan penghasilan ini, bisa bertahan hidup bersama keluarga, bisa berbelanja untuk keperluan sehari-hari baik sandang atau pangan dan bisa juga menyekolahkan anak-anak mereka.

Berbagai kegiatan masyarakat yang memerlukan donasi bersama juga terlaksana dengan baik. Hidup rukun dan damai. Kampug juga nyaman, aman, jauh dari kekerasan dan pertikaian. Atas segala kedamaian yang dinikmati itulah, mereka menggelar acara syukuran masyarakat sekampung yang disebut dengan Niat Tahun. Dulu, kegiatan ini dilaksanakan menjelang musim menugal (tanam padi). Karena sekarang sudah tidak ada lagi, maka Niat Tahun dilaksanakan sebelum memasuki musim penghujan atau sekitar Bulan September.

Tokoh masyarakat, ninik mamak dan pemerintahan desa bersepakat terlebih dulu menentukan di hari yang mana Niat Tahun itu akan dilaksanakan. Jika sudah dapat harinya, dipastikan masyarakat sekampung -pada hari itu-, tidak ada yang berkerja pergi ke ladang, ke kebun atau melakukan aktifitas lainnya. Mereka juga iuran dengan jumlah sama banyak untuk membeli satu atau dua ekor kambing yang akan disembelih dan dimakan bersama-sama. Jumlah kambing yang akan disembelih sesuai dengan kesepakatan bersama pula. Masyarakat juga iuran dalam bentuk barang, seperti ada yang membawa beras, kelapa, cubodak (nangka muda) untuk sayur, bumbu-bumbu dan lain sebagainya.

Niat Tahun ini ditandai dengan kegiatan adat atau semacam ritual yang memang setiap tahun dilaksanakan. Kegiatan di awali dengan berkumpulnya seluruh masyarakat di lapangan atau halaman masjid atau kadang juga di los pasar yang berada di tengah desa. Ibu-ibu yang akan menanam padi membawa benih padi masing-masing dari rumah. Benih ini dimasukkan dalam perikek (tempat yang dibuat dengan bahan dasar pandan atau rotan) yang digendong dengan kain panjang. Kemudian mereka diarak, diiringi dengan Dikir Rupano dari los menuju makam besar atau yang disebut dengan jerat.

Ibu-ibu yang membawa benih padi diiring di bagian paling depan, diikuti oleh ibu-ibu dan masyarakat lain. Kambing yang akan dipotong juga turut diarak bersama. Sesampainya di kuburan besar, padi diletakkan di samping kuburan. Lalu kambing dipotong dan darahnya diteteskan oleh penghulu atau ninik mamak ke setiap perikek yang ada.

Masing-masing suku di desa tersebut ada yang membawa benih padi sehingga masing-masing penghulu atau ninik mamak setiap suku, meneteskan darah kembing tersebut ke perikek masing-masing kemenakannya. Penetesan darah ini adalah simbol yang memiliki makna dan harapan agar hasil panen tahun depan lebih baik dengan hasil yang lebih banyak dari tahun sebelumnya serta terhindar dari serangan hama.

Setelah selesai, rombongan kembali ke los. Benih padi juga dibawa ke los. Sedangkan kambing yang disembelih dibawa ke sungai untuk dibersihkan dan dipotong-potong. Ibu-ibu yang kembali ke los bersiap pula untuk memasak, menyiapkan bumbu-bumbu yang akan digunakan untuk memasak daging kambing tersebut. Sebagian kaum bapak yang tidak membersihkan kambing ke sungai, bersiap untuk memasak nasi, mengambil air atau mencari kelapa yang digunakan untuk membuat gulai kambing.

‘’Saat Niat Tahun, semua masyarakat berkumpul. Semua mengikuti prosesi adat dan semua berkerja. Ibu-ibu dan bapak-bapak saling membantu. Sama-sama memasak dan berkerja. Inilah kebersamaan dalam mengungkapkan rasa syukur yang kami laksanakan setiap tahun karena kampung kami selamat dari mara bahaya dan penghasilan masyarakatnya terus membaik,’’ ungkap, Yuhanis, ninik mamak dan tokoh masyarakat Cipang Kanan.
  Makan bersama biasanya diawali dengan sambutan dari ninik mamak, dilanjutkan dengan doa yang dipimpin oleh imam masjid atau tokoh agama di kampung tersebut. Begitu juga setelah makan, juga ditutup kembali dengan doa yang diiringi dengan harapan semoga setahun ke depan, kampung akan kembali aman dari mara bahaya, lebih aman serta damai dan penghasilan masyarakat akan lebih baik dari tahun sebelumnya.

Selama acara Niat Tahun berlangsung, berbagai musik tradisi juga ditampilkan. Tidak hanya Dikir Rupano yang mengiringi perjalanan ninik mamak dan ibu-ibu pembawa benih melewati jalan kecil menuju makam besar, tapi juga ada Gondang Oguong yang dimainkan selama prosesi berlangsung.***

 

Laporan KUNNI MASROHANTI, Rohul









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook