Saat dijumpai, Prof Dr Datuk Zainal Kling melihat arsitektur, makanan hingga banner yang ada di pemerintahan. Menurut Zainal, ini sudah mencerminkan budaya Melayu. Ini merupakan ciri-ciri identitas Riau.
“Ini suatu permulaan yang baik. Ke depan dibangun kembali atau diperluas,” katanya.
Permasalahan kali ini ialah menemukan jurang pemisah antara kebudayaan Melayu di antara kalangan generasi tua dan muda. Yang mana, menurutnya sudah terlampau banyak dipengaruhi oleh media sosial, makanan, musik, dan pakaian.
“Kita perlu mengembalikan proses itu seperti semula, memperkenalkan kepada golongan muda tentang Melayu,” tambahnya.
Dialog bersama pakar budayawan Melayu antarnegara ini, dinilai Ass Prof Dr Phaosan Jahwae sangat bagus guna memberi ide-ide baru dalam membangun kebudayaan di masa depan. Sebab, negara tanpa budaya luhur yang baik akan merusak generasi ke depan.
“Generasi tanpa identitas, generasi yang tidak mengenal akar budi,” imbuhnya.
Sementara, kebudayaan melayu Pattani, Thailand juga sangat terpengaruh dari Riau. Dari Riau ke Pattani melalui jalur laut tidaklah jauh sehingga wajar pengaruh itu ada.
Sementara untuk Indonesia, Prof H Ashaluddin Jalil dosen Universitas Riau yang mewakili dari Riau sebagai salah satu pencetus visi misi kebudayaan Riau 2020 menyampaikan bahwasanya mengimplementasian visi misi tersebut sudah baik, akan tetapi masih kurang.
“Untuk itu, memperkuat visi misi Riau untuk pusat kebudayaan melayu itu seperti apa,” ucapnya.
Ketua Yayasan Sagang Kazzaini Ks saat ditemui Riau Pos menuturkan kegiatan ini dilaksanakan penuh selama satu hari dengan mengundang budayawan. Tidak hanya dari Riau saja, akan tetapi dari tiga negara serumpun.
“Kegiatan ini menghadirkan pakar-pakar kebudayaan dari berbagai negara,” sebutnya.
Dalam acara itu tampak Wakil Gubernur Riau, Edy Natar Nasution, mantan Gubri H Saleh Djasit, Ketua LAM Riau Al azhar, pemerhati sosial dan politik Riau Chaidir dan lainnya.(*1)
>>>Selengkapnya baca Harian Riau Pos
Editor: Eko Faizin