Perwakilan Pemprov Riau yang diwakili Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Taufiq OH mengatakan, masyarakat diimbau tidak khawatir terhadap ketersediaan minyak goreng. Pihaknya juga sudah melakukan sidak ke distributor. "Masyarakat tidak perlu khawatir, beli secukupnya. Kami sudah melakukan sidak ke distributor, stoknya masih ada. Minyak goreng curah juga sudah ada di pasar tradisional," sebutnya.
Cek Ketersediaan Migordi Pasar Lima Puluh
Kapolsek Lima Puluh Kompol Dany Andhika Karya Gita turun langsung memantau ketersediaan minyak goreng (migor) di Pasar Lima Puluh, Rabu (16/3). Kapolresta Pekanbaru Kombes Pol Pria Budi melalui Kapolsek Limapuluh Kompol Dany Andhika Karya Gita mengatakan, pihaknya memantau ketersediaan minyak goreng dan mengambil tindakan tegas apabila terjadi pelanggaran hukum.
"Dari beberapa kedai yang kami data atau datangi, untuk ketersediaan minyak goreng masih ada, namun tidak banyak," ujar Dany.
Lebih lanjut dikatakannya, pihaknya akan melakukan pengawasan dalam hal penyaluran untuk memberikan kepastian dan jaminan migor tersebut terdistribusi ke pasar dan harga subsidi sesuai harga eceran tertinggi (HET).
"Unit Reskrim dan Intelijen telah saya perintahkan untuk memonitor apakah ada penimbunan minyak goreng oleh pihak-pihak tertentu yang ada di wilayah hukum Polsek Lima Puluh," imbuh Kapolsek Lima Puluh Kompol Dany.
Ia menuturkan, petugas akan terus memantau ke supermarket dan pasar-pasar tradisional yang berada di wilayah hukum Polsek Lima Puluh untuk memastikan ketersediaan minyak goreng di pasar. Dany mengingatkan pihak-pihak tertentu yang melakukan penimbunan migor yang bertujuan untuk mencari keuntungan pribadi akan ditindak tegas. Pasalnya, ini sudah menjadi masalah nasional, dan tidak boleh ada yang main-main.
"Kami mengimbau masyarakat tenang. Karena pemerintah dan Polri saat ini telah menangani permasalahan ini, masyarakat jangan risau," ujarnya.
Catur: Tak Ada Kelangkaan Minyak Goreng
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kampar menjamin ketersediaan sembako menjelang bulan Ramadan. Untuk migor dijamin tidak ada kelangkaan. Bupati Kampar Catur Sugeng Susanto mengatakan, masyarakat mendapatkan minyak goreng sesuai keperluan masing-masing.
"Terus melakukan pemantauan, menjelang Ramadan ini terkendali semua dimonitor oleh tim pemerintah daerah, ada Dinas Ketahanan Pangan. Kami menerima aspirasi dari masyarakat mengenai stok sembako menjelang Ramadan ini," jelas Catur Sugeng Susanto saat silaturahmi dengan Danrem 031/WB Brigjen TNI Parlindungan Hutagalung di Balai Bupati, Rabu (16/3).
Catur menambahkan, untuk stok sembako menjelang Ramadan ini masih terkendali. Belum ada kelangkaan. Melalui dinas terkait akan menggelar pasar murah.
"Diharapkan pasar murah ini bisa membantu masyarakat dalam menyambut bulan Ramadan ini," harap Catur.
Dinilai Kalah Menghadapi Tekanan Pengusaha
Keputusan pemerintah melepaskan harga minyak goreng (migor) kemasan sesuai harga pasar atau harga keekonomian, langsung direspons sejumlah toko ritel. Mereka mulai mengeluarkan kembali migor kemasan 1 liter atau 2 liter yang sebelumnya langka atau sulit didapat. Tentunya dengan harga baru.
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai keputusan pemerintah menyerahkan pengelolaan minyak goreng pada mekanisme pasar menunjukkan bahwa pemerintah kalah menghadapi tekanan pengusaha minyak goreng. Pasalnya, setelah mengadakan pertemuan dengan produsen migor, pemerintah memutuskan untuk menaikkan HET minyak goreng curah di masyarakat menjadi sebesar Rp14 ribu per liter pada 15 Maret lalu. Sebelumnya, HET minyak goreng curah Rp11.500 per liter.
"Selain itu, pemerintah juga mencabut aturan HET minyak goreng kemasan dan menyerahkannya melalui mekanisme pasar," kata Mulyanto.
Menurutnya, para penimbun yang menahan minyak goreng murah, akan sorak-sorai merayakan kemenangan ini sambil mencibir inkonsistensi kebijakan pemerintah, serta Mendag yang menjilat ludah sendiri.
Dia mengatakan, tidak aneh kalau pengusaha dapat mendikte pemerintah, karena pasar minyak goreng bersifat oligopolistik. Menurut data KPPU (Komisi Pengawasan dan Persaingan Usaha), pasar minyak goreng dari hulu ke hilir, termasuk terintegrasi ekspor, dominan dikuasai hanya oleh empat produsen.
Mereka memiliki kekuatan yang cukup untuk mengatur produksi dan harga dalam pasar yang bersifat oligopolistik. Mereka jelas tidak mau diganggu. Apalagi harga CPO sedang bagus-bagusnya, menembus angka 2.000 dolar AS per ton. Penerimaan ekspor Indonesia 2021 atas CPO sebesar 28.5 miliar dolar AS naik 55 persen dibanding 2020 yang hanya 18.4 miliar dolar AS. Padahal, kata politikus PKS itu, secara volume tidak mengalami peningkatan yang signifikan. "Jadi jangan heran kalau para pengusaha ini menikmati durian runtuh windfall profit yang membuatnya semakin kaya," urainya.
Ke depan, menurut Mulyanto, dalam jangka panjang, pemerintah harus berani menata niaga minyak goreng agar menguntungkan masyarakat dengan harga yang terjangkau. Salah satunya dengan merubah struktur pasar oligopolistik tersebut dengan mencabut regulasi yang menghambat serta memberi insentif bagi tumbuhnya pelaku usaha baru di industri minyak goreng.
Selain itu, pemerintah juga harus memberikan kewenangan kepada Badan Pangan Nasional (BPN) termasuk juga Bulog untuk menata niaga minyak goreng. Sekarang ini kewenangan BPN hanya pada 9 komoditas beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging ruminansia, daging unggas, dan cabai.
"Tidak termasuk minyak goreng dan tepung terigu. Sementara Bulog hanya ditugaskan untuk beras, kedelai, dan jagung," paparnya.
Dosen Departemen Agribisnis IPB Feryanto mengatakan kebijakan melepas harga minyak goreng kemasan sesuai harga pasar, merupakan bentuk insentif dari pemerintah untuk produsen. "Sebagai jalan tengah," katanya.
Tujuannya supaya produsen menyediakan minyak goreng kemasan dengan jumlah yang mencukupi. Dia menekankan kebijakan melepas harga minyak goreng sesuai harga pasar ini harus disertai jaminan dari pemerintah. Yaitu jaminan ketersediaan minyak goreng mencukupi. Sehingga tidak langka dan diikuti kenaikan harga yang signifikan. Selain itu itu Fery mengatakan pemerintah harus mengontrol supaya tidak ada penyelewenagan minyak goreng curah. Misalnya praktik membeli minyak goreng curah, kemudian dikemas dan dijual seperti layaknya minyak goreng kemasan premium.
Kekhawatiran tersebut juga disampaikan pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Lina MIftahul Jannah. Dia mengatakan sejak harga minyak goreng kemasan dipatok Rp14 ribu/liter, dia menemukan sedikitnya 20 merek minyak goreng kemasan yang menurutnya jarang terlihat selama ini.
"Apakah ini minyak beneran atau minyak olahan kembali," katanya. Minyak olahan bisa menggunakan bekas dari hotel dan lain sejenisnya.
Lina mengatakan ketika harga minyak goreng kemasan dilepas sesuai mekanisme pasar, jangan sampai menyuburkan praktik nakal penjualan minyak goreng kemasan. Selain itu dia mengatakan pemerintah dalam mengambil kebijakan harus didasari dengan kajian dan data yang akurat. Dia mencontohkan kebijakan satu harga minyak goreng Rp14 ribu, itu sebuah kebijakan konyol. Buktinya malah menimbulkan kelangkaan minyak. (ayi/sol/dof/kom/lum/wan/idr/agf/jpg/ted)
Laporan: TIM RIAU POS (Pekanbaru)