Bonita Objek Penelitian Ketiga di Dunia

Riau | Minggu, 22 April 2018 - 12:12 WIB

Bonita Objek Penelitian Ketiga di Dunia
KONFERENSI PERS: Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wiratno, melakukan konferensi pers terkait penangkapan Harimau Bonita, di kantor BBKSDA Riau, Sabtu (21/4/2018). (DEFIZAL/RIAU POS)

Namun, sekilas dalam hasil penelitian di dua negara itu, perubahan perilaku disebabkan karena kandungan virus yang ada dalam tubuh harimau. “Itu bisa saja makanan yang disantap,” kata Ari.

Makanan yang ditelan itu seperti binatang yang mengandung virus, salah satunya canine distemper virus (CDV). Virus ini ditularkan melalui anjing. Karena anjing yang banyak terserang virus tersebut.

Baca Juga :Inhil Siap Adopsi Rencana Aksi Daerah Riau

Jika melihat kasus Bonita dan dikaitkan dengan hasil penelitian di dua negara sebelumnya, bisa saja harimau Bonita terserang virus CDV. Apalagi, anjing peliharaan warga pernah dimakan oleh harimau di wilayah Pelangiran tersebut. “Bisa jadi (terserang CDV, red),” sebutnya.

Virus ini cukup berbahaya terhadap saraf otak harimau. Jika terjangkit CDV, harimau akan mengalami gangguan kepada sifatnya. Pola pikirnya menjadi berubah. Salah satunya tidak takut dengan manusia. Perilakunya tak seperti harimau pada umumnya.

Setelah tertangkap, Ari mengaku sudah melihat harimau Bonita. Dia menyebut Bonita tidak mengalami sakit, jika dilihat dari fisiknya. Selayang pandang, Bonita sehat-sehat saja. “Tidak ada luka. Atau ada sesuatu di ditubuhnya,” ujarnya.

Akan tetapi dia belum bisa menyimpulkan penyebab perubahan perilaku ini. Dia masih menunggu hasil penelitian yang akan dilakukan. “Belum bisa dipastikan sebelum hasil penelitian keluar,” kata Ari.

Dia juga menjelaskan, saat ini beberapa dokter hewan termasuk drh Andita Septiandini dan drh Deni, fokus pada pemulihan efek bius. “Saat nanti tiba di lokasi, kami rehabilitasi dulu dan melakukan pemulihan efek bius,” ujarnya.

Jika efek bius telah hilang, dan harimau kembali pulih maka dilakukan pemeriksaan kesehatan. Dilakukan tes darah dan tes medis lainnya. Hasil rekam medis, baru didapat setelah 14 hari ke depan. “Biasanya perlu 14 hari mendapatkan hasil rekam medis,” ujarnya.

Tes darah kata dia, akan dilakukan di Baso, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. “Kalau hasil darah sudah dapat, kemudian hasil kesehatan lainnya kita kumpulkan. Dari situ dilakukan rehabilitasi sekaligus penelitian,” ujarnya.

Jika perilaku harimau itu kembali pulih, maka tidak tertutup kemungkinan untuk dilepasliarkan ke hutan. Namun, dia belum bisa menyebutkan di mana harimau ini akan dipulangkan. “Lepas liarkan sangat berhati-hati untuk menentukan lokasinya. Sebelumnya dilakukan survei lokasi,” ujarnya.

Ada kategori untuk memilih lokasi pelepasliaran harimau. Pertama, aman dari ancaman perburuan liar. Kedua, tersedianya pakan di lokasi itu. “Kalau pakan tidak ada, maka bisa saja harimau ini mencari pakan ke pemukiman masyarakat,” ujarnya.(dal)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook