Adopsi Integrasi Sawit-Sapi

Riau | Sabtu, 16 Juli 2022 - 10:00 WIB

Adopsi Integrasi Sawit-Sapi
SEKDAPROV RIAU SF HARIYANTO (DOK RIAUPOS.CO)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Untuk me­menuhi keperluan sapi potong di Provinsi Riau, Pe­me­­rintah Provinsi Riau akan mengadopsi sistem integrasi pengembangan ternak sapi di perkebunan sawit yang cukup luas di Riau dengan melibatkan pihak perusahaan.

Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau SF Hariyanto mengatakan, jumlah penduduk Riau tercatat mencapai angka 6.493.600 jiwa dengan jumlah produksi daging per kapita per tahun  mencapai 3 kilogram. Jumlah itu setara dengan 62.852 ekor sapi per tahun.


"Sehingga total keperluan daging dalam setahun mencapai 19.480 ton atau setara dengan 152.659 sapi per tahun," paparnya.

Lebih lanjut dikatakan SF Hariyanto, bahwa total populasi sapi di Provinsi Riau mencapai 209.601 ekor, namun ketersediaan sapi lokal yang dapat dipotong hanya sebanyak 21.146 ekor. Dengan jumlah itu masih kekurangan sapi sebanyak 128.513 ekor sapi.

"Kekurangan daging sapi ini masih dipenuhi dari luar daerah, baik dalam bentuk daging beku maupun sapi potong. Untuk mencapai swasembada daging, sampai atau tidak masih bergantung keperluan daging dari luar Provinsi Riau," ungkapnya.

Oleh karena itu, kata sekda, diperlukan populasi dasar ternak sapi minimal sebanyak 1.115.564 ekor sapi agar tercipta swasembada di Provinsi Riau.

"Untuk mencapai hal tersebut, bukanlah tidak mungkin, mengingat potensi luasnya perkebunan sawit di Provinsi Riau yang dapat dijadikan sumber bahan pakan ternak, khususnya teknak sapi," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Riau Herman mengatakan, jika keperluan sapi di Provinsi Riau hanya mampu dipenuhi sapi lokal sekitar 15,82 persen dari total populasi sapi.

"Sedangkan sisanya kita datangkan dari luar provinsi tetangga. Misalnya saja keperluan di Rumah Potong Hewan (RPH) Pekanbaru rata-rata setiap hari 40 ekor didatangkan dari luar," katanya.

Jika kondisi ini tidak segera dicarikan solusinya, lanjut Herman, maka ketika ada wabah mengancam seperti baru-baru ini penyakit LSD, maka sapi yang didatangkan dari Provinsi Lampung sempat tertahan. "Akibatnya terjadi kelangkaan daging sapi di Pekanbaru. Permintaan banyak, sedangkan ketersediaan sedikit, maka dampaknya harga daging sapi tinggi," ujarnya.(ade)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook