Kunni: Palung Tradisi Persembahan Penyair Perempun untuk Indonesia

Riau | Sabtu, 12 Oktober 2019 - 08:59 WIB

Kunni: Palung Tradisi Persembahan Penyair Perempun untuk Indonesia

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Puisi yang ditulis dalam buku ini bercerita tentang tradisi leluhur yang masih terawat, terancam hilang dan perlu dirawat atau berbagai kegiatan masyarakat yang berhubungan dengan alam sebagai sumber tradisi. Buku yang berjudul Palung Tradisi ini akan segera terbit dan beredar.

Genap berusia 1 tahun, tepatnya sejak ditabalkan akhir November lalu di Jakarta, Penyair Perempuan Indonesia (PPI) menerbitkan buku antologi puisi. Penyair yang menulis puisi dalam buku ini adalah mereka yang sudah menyatakan diri bergabung dengan PPI.

Ketua PPI, Kunni Masrohanti, menjelaskan, ada 26 penyair yang puisinya dimuat dalam buku ini. Semua puisi, sedikit atau banyak,  menyentuh hal-hal yang berbau tradisi. Artinya, berbagai kisah, cerita yang menjadi sumber inspirasi dalam puisi tersebut berbau tradisi.

''Anggota PPI yang sudah tedaftar atau menyatakan bergabung dengan PPI ada 41 orang. Tapi tidak semua mengirimkan puisi, dan memang tidak diwajibkan. Kami hanya menyarankan. Kami maklumi kawan-kawan PPI banyak kesibukan sehingga belum sempat mengirimkan puisi. Tidak mengapa. Ini bukan buku satu-satunya. Insyaallah ke depan masih akan ada buku puisi karya penyair-penyair yang tergabung dalam PPI. Syaratnya wajib tradisi,'' kata Kunni.


Jika yang boleh mengirim puisi dalam antologi PP hanya anggota PPI, bagaimana dengan yang bukan PPI? Menjawab soalan ini, Kunni menjelaskan, bahwa, yang bersangkutan memang harus dengan ikhlas bergabung terlebih dulu dengan PPI. Itu pun dengan syarat. Salah satu syaratnya wajib memiliki buku puisi, minimal kumpulan bersama atau antologi.

Tidak ada batas akhir untuk penerimaan anggota PPI, kata Kunni. PPI terbuka untuk siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Siapa yang ingin bergabung, boleh kapan saja, tidak membedakan suku, ras, bahasa atau daerah asal. Saat ini, anggota PPI yang bergabung tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Dijelaskan Kunni, PPI hanya salah satu rumah tempat berkumpul penyair perempuan untuk bersama-sama mendorong melahirkan karya puisi.

''Lo, PPI itu kan hanya salah satu wadah, salah satu rumah. Terbuka untuk siapa saja yang mau bergabung. Kapan saja. Kalau tidak bergabung, juga tidak apa-apa. Banyak wadah atau tempat lainnya untuk bergabung para penyair perempuan. Tidak harus PPI. Semakin banyak wadah atau rumah, semakin bagus, semakin ramai dan semarak. Semakin perempuan turut mewarnai kesusasteraan di Indonesia. Toh intinya sama-sama berkarya,'' beber Kunni.

Kembali ke buku antologi berjudul Palung Tradisi, Kunni juga menegaskan, buku ini lahir dari keinginan bersama seluruh anggota PPI, melalui diskusi dan musyawarah. Bahkan segala biaya sehingga buku ini bisa terbit juga dibicarakan bersama dalam grup Whatsapp PPI. Buku ini, kata Kunni, berbeda dengan buku antologi lainnya. Meski ditulis bersama-sama, tapi semuanya berakar pada hal yang sama, yakni tradisi.

''Perempuan, ibu, adalah palung tradisi. Dia yang melahirkan dan menjalankan tradisi tersebut. Perkembangan zaman selalu membuat nilai-nilai leluhur dalam tradisi terancam dan hilang, bahkan tradisi itu sendiri. Perempuan atau ibulah yang harus merawat dan menjaganya. Kami berharap besar, perempuan-perempuan dalam PPI berada di garda terdepan dalam merawat tradisi, kembali kepada tradisi dan menuliskannya dalam puisi-puisi. Upaya kecil menjalankan fungsi sebagai penerima warisan dan mewariskan kembali kepada anak-anaknya melalui jalan sastra ini semoga berarti bagi negeri tercinta, Indonesia,'' kata Kunni.

Buku antologi berjudul Palung Tradisi ini akan diluncurkan sempena puncak perayaan Hari Puisi Indonesia (HPI) di Jakarta tanggal 19 Oktober mendatang di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. ***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook