INHU (RIAUPOS.CO) - Perambahan terhadap Hutan Lindung Bukit Betabuh (HLBB) menjadi kebun kelapa sawit dipastikan ilegal karena tak memiliki izin. Hingga kini, perusahaan yang diduga beroperasi di sana, PT Mulia Argo Lestari (MAL) belum berkomentar dan memberikan penjelasan.
Tak adanya izin ini diketahui dari penelusuran yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Pekan lalu, tim dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK diturunkan ke HLBB didampingi oleh Seksi Penegakan Hukum KLHK Wilayah II Sumatera.
Riau Pos pada Senin (10/9) kemarin mencoba mengkonfirmasi hasil penelusuran KLHK pada PT MAL. Perwakilan perusahaan ini, Riston Aritonang tak merespon upaya konfirmasi yang Riau Pos lakukan. Telepon ke nomor seluler miliknya 08126160xxxx tak dijawab meski tersambung. Begitu pula pesan singkat yang dikirimkan belum juga dijawab.
Kepala Seksi Penegakan Hukum KLHK Wilayah II Sumatera Eduwar Hutapea sebelumnya menyebut, saat ini pihaknya masih menunggu arahan dari KLHK untuk tindak lanjut.
‘’Tindak lanjut belum ada arahan. Sampai sekarang prinsipnya itu sudah dipelajarilah yang ada di sana terkait dugaan perambahan. Ini sekarang jadi prioritas KLHK,’’ jelasnya.
Dari hasil tim KLHK yang turun ke lokasi, terpantau PT MAL sebagai perusahaan yang beroperasi di sana.
‘’Satu perusahaan itu. Masih kita data, pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket). Setelah pulbaket disusun strategi penanganannya seperti apa,’’ imbuhnya.
Keberadaan perusahaan di dalam hutan lindung kata Eduwar memang tidak diperbolehkan. Dari penelusuran pula diketahui keberadaan perusahaan di sana tak memiliki izin.
‘’Memang ada perusahaan yang ada di hutan lindung, sebenarnya tidak boleh, apalagi di dalam hutan lindung. Penelusuran kita memang tidak ada izin. Pernah diajukan, karena di kawasan hutan tidak diberikan,’’ singkatnya.
Perambahan di HLBB sudah pernah dibahas di DPRD Kabupaten Inhu yang berkesimpulan harus diambil langkah hukum. Karena, tiga kali panggilan untuk menghadiri rapat dengar pendapat (hearing) oleh Komisi II, tiga kali pula PT MAL/PT RPJ, perusahaan terduga penggarap cuek dan tak menghadiri panggilan. Terkait dugaan perambahan ini pula, pada 2017 pengaduan sudah dilakukan dan laporan diterima oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau.
HLBB merupakan kawasan hutan lindung yang secara administratif terletak di dua provinsi, yaitu di Provinsi Riau dan sebagian kecil di Provinsi Jambi. Kawasan ini ditetapkan sebagai hutan lindung karena menjadi koridor penghubung antara Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) dan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling (SM BRBB). Secara geografis, Hutan Lindung Bukit Betabuh berada di wilayah Kabupaten Kuantan Singingi dan Kabupaten Indragiri Hulu.
HLBB ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 73 Tahun 1984. Pada awal penetapannya, kawasan ini memiliki luasan sebesar 82.300 Ha. Namun saat ini tutupan hutannya hanya tinggal 25.000 hektare.
Sementara 57.300 hektare lainnya sudah rusak akibat perambahan dan alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit.
Di kawasan hutan lindung ini, izin lokasi pernah diajukan oleh PT MAL/PT Runggu Prima Jaya (RPJ), namun ditolak Bupati Indragiri Hulu (Inhu) Yopi Arianto SE tahun 2011 lalu. Di lokasi itu perusahaan bersama koperasi tetap beroperasi di lahan yang termasuk dalam Hutan Lindung Bukit Betabuh.
Izin lokasi yang diajukan perusahaan ini bernomor 011/MAL/EST/VI/2011 tertanggal 7 Juni 2011 ditandatangani Direktur Utama Ir Henry Pakpahan MBA ditujukan pada Bupati Inhu.
Dalam surat, perusahaan memohonkan izin lokasi untuk industri pengolahan hasil industri perkebunan sawit di Desa Pauhranap, Kecamatan Peranap Inhu seluas 500 hektar. Perusahan mengklaim sudah mengganti rugi lahan masyarakat yang kondisinya semakin belukar dan bergelombang.(ali)