KOTA (RIAUPOS.CO) - Lama tak terdengar, kondisi Bus Air Senapelan (BAS) kini kian memprihatinkan. Kapal penumpang hibah dari Kementerian Perhubungan (Kemhub) sudah mangkrak hampir setahun di tepian Sungai Siak.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dishub Kota Pekanbaru Kendi Haraharap ketika dikonfirmasi Riau Pos tak menampik BAS yang tak lagi beroperasi. Ia mengatakan, pihaknya telah mencoba mengopersionalkan BAS untuk regular dan wisata Sabtu Ahad akan tetapi tidak jalan karena jumlah penumpang sepi.
“Biaya operasional mahal kalau untuk rutin. Tidak jalan Bus Air Senapelan Dibiarkan Mangkrak
karena jumlah penumpang sepi,” ujar Kendi kepada Riau Pos, akhir pekan lalu.
Dengan kondisi itu kata dia, maka BAS dioperasionalkan apabila ada masyarakat maupun komunitas yang menyewa untuk menyusuri Sungai Siak. “Sekarang ini, siapa yang menyewa, baru kami opersionalkan dan jika biayanya sesuai, maka kami jalankan. Sedangkan untuk paket wisata, itu kan tergantung dinas terkait,” jelasnya.
Meski kondisinya begitu disampaikan mantan Sekretaris Bapenda Kota Pekanbaru, pihaknya tetap melakukan pemeliharaan dan perawatan terhadap BAS yang berada di Pelabuhan Sungai Duku. “Kami tetap pelihara dan rawat. Kan ada petugasnya,” kata Kendi.
Dalam perjalanannya, kehadiran transportasi air itu sempat memunculkan polemik. Sebab pemko
mesti menganggarkan biaya operasional tidak sedikit untuk mengoperasikan kapal yang memiliki kapasitas 50 orang penumpang. Sekali jalan, kapal yang dibuat di Jakarta tahun 2014 silam memiliki spesifikasi panjang 16,48 meter, lebar 4,05 meter, dalam 1,59 meter memerlukan biaya operasioanal sekitar Rp2 juta.
Kekhawatiran ketidakmampuan pemko terlihat manakala kapal memiliki bobot berat kotor 31 ton, berat bersih 9 ton dan terbuat dari bahan fiberglass dilengkapi dua unit mesin merek Yamaha 2 x 200 HP, di-lauching pengoperasian secara regular pada 25 Oktober 2015 silam. Kapal dengan kecepatan berkisar 10 sampai 12 knot diperuntukkan sebagai sarana transportasi bagi masyarakat tujuan Okura.
Namun, kendaraan dibalut warna putih hitam hanya mampu dioperasikan selama tiga bulan. Disebabkan tidak adanya biaya operasional dan jumlah penumpang masih sepi, sehingga tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.
Kondisi ini membuat lebih dari satu tahun BAS bersandar di pinggiran Pelabuhan Sungai Duku, untuk mengopersionalkan kembali pemko belum memiliki dana lantaran keberbatasan anggaran dan adanya dampak rasionalisasi. Tak hanya itu saja, dalam pengoperasiannya juga terkendala tidak tersedian beberapa dermaga tempat pemberhentian rute perjalanan BAS.
Dengan konsep water front city telah digagas, pemko mesti berfikir keras untuk kembali mengoperasikan transportasi air yang telah lama mati suri. Kapal itu nantinya dioperasikan oleh tiga awak mulai dari kapten, mualim (ahli mesin) dan klasi tukang tambat.
Bak gayung bersambut, untuk menghidupkan kembali bus air lama mangkrak itu. Akhirnya mendapatkan Bantuan Keuangan (Bankeu) dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau sebesar Rp1,3 miliar. Anggaran tersebut diperuntukkan membangunan dermaga apung di enam titik. Di antaranya di Meranti Pandak, Melebung, Okura, Pelindo, Rumah Singgah Tuan Kadi dan Mesjid Jalan Kapur.
Adanya bantuan dari pemprov tersebut, membuat pemko berencana akan kembali mengaktifkan kapal hibah tersebut. Namun kali ini konsep pengoperasiannya berbeda dengan sebelumnya. Dulu ketika pertama kali BAS dioperasikan setiap hari melayani masyarakat Kota Pekanbaru, kini akan diprioritaskan untuk program water front city dan Pariwisata Okura. Di mana dalam sepekan hanya beroperasi selama dua hari yakni Sabtu dan Ahad.
Atas dasar itu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) bersama Dishub Kota Pekanbaru mulai rajin menggelar seraya menggandeng pihak lain seperti Asita dan PHRI Riau dengan tujuan menghidupkan kembali peran BAS di kawasan Sungai Siak. Konsep Disparbud dinilai sudah cukup matang, kawasan semisal Okura sudah disulap sebagai kawasan wisata.
Bahkan jadwal rute dirancang sedemikian mungkin, sehingga diharapkan mampu memanjakan mata wisatawan untuk melirik wisata Water Front City ini. Akhirnya disepakati dua trayek perjalanan. Trayek I berangkat pukul 09.00WIB melayani rute Pelabuhan Sungai Duku-Melebung-Wisata Okura dan kembali ke Sungai Duku. Lalu trayek II berangkat pukul 14.00 WIB meliputi Pelabuhan Sungai Duku-Meranti Pandak - Masjid Jalan Kapur-Rumah Singgah-Pasar Bawah dan kembali ke Pelabuhan Sungai Duku, dengan biaya tiket sebesar Rp15.000 per orang.
Biaya pengoperasian kapal yang terakhir kali di doking di Bengkalis 2016 lalu itu berkisar Rp 209 juta, rinciannya Rp 134 juta pembelian bahan bakar, lalu Rp 75 juta untuk membayar gaji awak kapal berjumlah tiga orang. Anggaran tersebut dinilai hanya mampu bertahan hingga bulan September 2017 dengan catatan setiap beroperasi melakukan perjalan melayani penumpang sebanyak dua kali.
Rencana pengoperasian kembai semula dijawalkan, Sabtu (15/4/2017) akan tetapi molor hingga dua pekan lamanya. Masih jauh panggang dari api, konsep yang telah dirancang matangpun masih jauh dari harapan. Saat mulai pengoperasian, Sabtu (6/5/2017) lalu, nyatanya peminat BAS masih sepi. Dari catatan Dishub Pekanbaru, hanya ada 14 orang penumpang saja. Sehari berselang, memang ada peningkatan, walau hanya 5 orang penumpang.
Sayangnya, setelah tiga bulan berjalan. Pengoperasikan sebagai angkutan pariwisata dalam menujang program water front city kembali dihentikan. Jumlah penumpang kembali tak sesuai yang diharapkan dan tak seimbang dengan biaya operasional yang dikeluarkan. Sejak itu hingga kini, belum ada kejelasan kapal hibah akan dioperasikan kembali.(rir)