PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Pimpinan DPRD Provinsi Riau, Hardianto SE turut menyayangkan sikap korporasi PT Arara Abadi yang membawa kasus Bongku bin Jelodan, masyarakat adat suku Sakai di Kabupaten Bengkalis ke ranah hukum.
Bongku dinyatakan bersalah oleh hakim Pengadilan Negeri Bengkalis atas tuduhan mengelola lahan dan menebang 20 batang pohon untuk ditanam ubi mangalo di Desa Koto Pait Beringin, Kecamatan Talang Muandau, Kabupaten Bengkalis. Dia divonis 1 tahun penjara dengan denda Rp200 juta dan subsider 1 bulan.
Melihat itu, Hardianto menilai apa yang dilakukan perusahaan terhadap rakyat kecil yang juga berstatus masyarakat adat ini merupakan sikap arogansi dan menunjukan power yang berlebihan.
"Kita sangat sayangkan. Kalau analisa saya, ini bukan semata penegakan hukum oleh pihak perusahaan. Ini hanya bentuk menunjukan power dan arogansi oleh perusahaan. Seharusnya jangan semua dibawa ke persoalan hukum," kata Hardianto, kepada Riau Pos, Senin (8/6/2020).
Dijelaskannya, selain pemerintah, perusahaan yang mengelola Sumber Daya Alam (SDA) juga memiliki tanggung jawab kepada masyarakat sekitar, termasuk dalam hal ini Pak Bongku.
"Harusnya keberadaan perusahaan itu menjadi manfaat bagi masyarakat bukan jadi mudharat. Mestinya masalah ini kembali ke akar persoalan, bukan malah memperkarakan, jangan tekan masyarakat adat apalagi dia (Bongku) bukanlah mencari kaya. Persoalan kerugian itu pasti, tapi kenapa tidak menggunakan hati nurani, diselesaikan secara runding kekeluargaan," sesalnya.
Wakil Ketua DPRD Riau ini meminta agar PT Arara Abadi tidak mengedepankan arogansinya saja. Konflik antara warga dan korporasi ini bakal menjadi perhatian serius di DPRD Riau.
"Kita bertanya balik, kalau PT Arara Abadi apakah sudah berkontribusi baik kepada warga lewat CSR-nya? Kita akan dipertanyakan untuk hal itu, kita kejar. Jangan tunjukan power itu ke masyarakat kecil, ini perlu memberikan pelajaran bersama, agar tidak ada Bongku-bongku yang lain," tegas wakil rakyat dua periode ini.
Secara kacamata hukum, Hardianto tidak menampik bahwa hal itu salah. Memang diakuinya hal yang dilakukan Bongku itu tidak dibenarkan, namun sebagai perusahaan di Riau tentunya mesti mengedepankan hati nurani terhadap masyarakat kecil.
"Dalam hukum, yang dilakukan Bongku ini salah, namun perusahaan harusnya menjaga hubungan harmonis dengan masyarakat setempat," tuturnya.
Laporan: *1/Eka Gusmadi Putra (Pekanbaru)
Editor: Eko Faizin