PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Pembangunan gedung baru Kepolisian Daerah (Polda) Riau tak kunjung rampung, meski masa kerja telah berakhir. Kini, penyelesaian pelaksanaan proyek senilai Rp161 miliar oleh PT MAM Energindo menggunakan masa pemeliiharaan.
Proyek yang berada di atas lahan bangunan eks Sekolah Polisi Negara (SPN) Jalan Patimura mulai dikerjakan pada Juni 2018 dan berakhir dipenghujung 2018. Dalam masa itu, rekanan tidak mampu menuntaskan pekerjaan dan diberi kesempatan perpanjangan waktu selama 50 hari kalender, atau berakhir pada 20 Februari 2019 lalu.
Seperti halnya yang terlihat di lapangan, Senin (4/3) kemarin. Pantauan Riau Pos, gedung baru Polda Riau masih terlihat proses pengerjaannya. Para pekerja masih tampa menggesa dan melakukan aktivitas pembangunan. Adapun pekerjaan yang dilakukan para buruh yakni menyelesaikan bagian tempat pintu masuk baik di depan maupun di belakang gedung utama.
Namun demikian, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Riau mengklaim pembangunan gedung baru Polda Riau telah selesai 100 persen, hanya tinggal mengerjakan penyempurnaan bangunan. Menariknya, meski perpanjangan waktu telah berakhir. PT MAM Energindo diberikan kesempatan untuk menuntaskan bangunan dengan memanfaatkan masa pemeliharaan yakni 180 hari.
Menanggapi hal ini, Pengamat Ahli Uji Kontrusi dan Bangunan, Prof Dr Ir H Sugeng Wiyono MT menjelaskan, masa pemeliharaan dilakukan setelah melalui mekanisme proses Provisional Hand Over (PHO) atau serah terima pertama. Pada masa ini, seluruh item pekerjaan akan dilakukan pengecekan untuk mengetahui apakah sudah kerjakan dengan benar.
"Yang sering salah kaprah itu, ada (bangunan) yang belum selesai. Tapi dipakai waktu pemeliharaan untuk menyelesaikan, itu yang tidak boleh," ungkap Sugeng Wiyono kepada Riau Pos, Senin (4/3) kemarin.
Menurut Guru Besar Prodi Tekni Sipil Universitas Islam Riau (UIR) itu, masa penyelesaiakan proyek tidak bisa dicampur adukan dengan masa pemeliharaan bangunan. Karena proses mekanismenya mesti harus dipisah-pisah dengan melakukan PHO terlebih dahulu. "Harus dipisah-pisah, PHO dulu, baru Final Hand Over (FHO) atau serah terima kedua. Dari PHO ke FHO waktunya enam bulan untuk bangunan gedung, ini masa pemeliharaanya. Masa pemeliharan tidak boleh digunankan penyelesaian proyek," tegasnya.
Diterangkan Sugeng, pelaksana PHO dilakukan dari rekanan ke pemberi pekerjaan yakni Dinas PUPR Riau yang dimuat dalam berita acara. Pada berita acara itu, ditandatangani oleh pihak-pihak terkait seperti Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), konsultan pengawas, direksi teknis dan kontraktor. Selain itu kata dia, berita acara tersebut nanti akan digunakan untuk pembayaran pekerjaan.
"Jadi (setelah) PHO, waktu pemeliharaan cukup lama selama enam bulan. Bisa saja difungsikan tapi kontraktor harus menjamin selama masa enam bulan itu, kalau ada cacat-cacat harus diperbaiki dan menjadi tanggung jawab kontraktor," terang Ahli Uji Kontruksi dan Bangunan.
Terhadap dana perbaikan bagian bangunan yang mengalami kerusakan pada masa pemeliharaan, kata Sugeng, diambil dari dana cadangan jaminan sebesar lima persen milik kontraktor. "Dana jaminan sebagai cadangan itu yang digunan. Selama yang rusak, terhadap item pekerjaan sesuai kontrak," imbuhnya.
Mengenai pelaksanaan pembangunan gedung baru Polda Riau yang tidak selesai dan telah diberikan perpanjangan waktu selama 50 hari, dia menjelaskan, semesti proyek senilai Rp161 milar harus selesai. Jika tidak rampung, maka dibayaran pekerjaan tersebut berdasarkan progres sudah dicapai dalam masa perpanjangan itu. "Semestinya proyek itu harus selesai. Kalau belum selesai dibayar sebesar progres lima puluh hari tadi," paparnya.
Ditambahkan Sugeng, jika proyek tersebut tidak selesai maka sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 172 Tahun 2014 tentang perubahan ketiga atas Perpes Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Kontraktor diberikan sanksi penalti denda dan saksi lainnya berupa pemutusan kontrak kerja. "Terus dikenakan black list (daftar hitam, red) perusahaannya," jelas Sugeng.
Atas kondisi ini, kata dia, harus diselidiki permasalahannya untuk memastiakan apakah ada surat menyurat yang jelas. Karena diduga bisa merugikan keuangan negera. "Kalau Polda hanya pengguna. Inspektorat, BPK, BPKP berhak masuk, tidak berarti di (bangunan) Polda, sudah aman di situ," tegasnya.
Lebih lanjut disampaikannya, jika pelaksanaannya sudah dilakukan sesuai mekainisme yang ada. Namun, proyek tersebut belum selesai maa dapat diajukan kembali pembangunannya pada anggaran tahun 2019. "Jadi jelas mekanisme, tidak sesuka hati. Ini namanya tidak ada aturan," pungkas Sugeng.