Kapan Pers Menjadi ’’Racun” Demokrasi?

Riau | Senin, 12 November 2018 - 11:44 WIB

Kapan Pers Menjadi ’’Racun” Demokrasi?

Sementara sejatinya pers (media cetak dan televisi) adalah ketika menjadi instrumen yang sangat penting dalam pengembangan demokrasi. Maksudnya bagaimana media massa itu tetap menjunjung prinsip jurnalisme dalam pemberitaannya dengan menampilkan fakta serta pernyataan secara netral, berimbang, tidak melakukan keberpihakan serta akurat (setiap data dan realitas yang dimunculkan dapat diverifikasi kebenarannya).

Fungsi idealis pers Indonesia tersebut hanya bisa berlangsung dengan sempurna kalau para pemilik dan pengelolanya bersikap non-partisan (independen) terhadap semua kelompok kepentingan yang memperebutkan kekuasaan.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Kalau pers (media cetak dan televisi) sudah berselingkuh dengan kekuatan 3P (Penguasa, Pengusaha, Politisi) untuk tidak menyuarakan kejujuran dan kebenaran atau fakta yang ditemukan dengan merekayasa pemberitaan menyembunyikan kesalahan, kecurangan dan kelicikan 3P, itu berarti media tersebut sudah mengingkari etika juranalistiknya yang harus mengedepankan kejujuran, kebenaran dan keadilan.

Sementara media yang mengingkari etika jurnalistiknya secara tidak langsung sudah berproses menjadi racun demokrasi, karena etika jurnalistik senapas dengan nilai-nilai dasar demokrasi yang harus selalu mengedepankan kejujuran, kebenaran, keadilan dan transparansi di tengah kehidupan masyarakat. Media seperti inilah yang ikut menjerumuskan masyarakat mengambil keputusan yang salah.

Penulis masalah politik dari Perancis Alexis de Tocquelville menyebut “pers yang bebas sebagai oksigen demokrasi”. Anda tidak bisa membaca surat kabar atau menonton televisi yang sesungguhnya tanpa demokrasi, dan Anda tidak akan bisa punya demokrasi, tanpa kebebasan pers.

Kalau pendapat Alexis ini dipakai sebagai pisau analisis membedah posisi pers Indonesia (khuususnya media televisi) menuju Pemilu 2019, bisa di justivikasi bahwa media cetak atau televisi yang tidak netral lagi dan nyata-nyata menunjukkan keberpihakan kepada salah satu kelompok kepentingan dalam perebutan kekuasaan, maka media itu sudah berproses menjadi racun demokrasi.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook