MERIAM BESI, PUSAKA ADAT KAMPAR KIRI YANG TERJAGA

Diletuskan saat Subuh dan Menjelang Magrib Hari Kedua Idul Fitri

Riau | Sabtu, 12 Mei 2018 - 11:33 WIB

Diletuskan saat Subuh dan Menjelang Magrib Hari Kedua Idul Fitri
EVAKUASI: Personel Polsek Kamparkiri bersama masyarakat mengevakuasi warga yang menjadi korban dari ledakan meriam kuno (lelo) di Desa Gunung Sahilan, Kecamatan Kamparkiri, Kampar, Rabu (9/5/2018). (ISTIMEWA)

Cendo bodie-bodie bosi, seperti itulah masyarakat setempat menggambarkan meriam besi yang disebut Lelo ini. Sekilas memang ada kemiripannya dengan meriam bambu yang biasa dimainkan anak-anak saat bulan Ramadan tiba, namun meriam besi benda pusaka adat ini diledakkan menggunakan bubuk mesiu.

Pengguna yang harus meledakkan Lelo juga bukan tentara, melainkan pemuda  setempat yang sudah terbiasa meledakkan Lelo saat penyambutan hari raya Idul Fitri dan penyambutan para raja.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Di mana orang yang akan meledakkan Lelo akan memasukkan bubuk mesiu ke dalam meriam, sebelum disulut dengan sumbu ledaknya.

“Keluarga saya yang merawat istana dan semua isinya, termasuk Lelo. Lelo hanya dikeluarkan saat hari besar saja, seperti hari raya Idul Fitri, acara istana, penyambutan raja, dan itu momen yang selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat” jelas Azirman, yang merupakan Juru Pelihara Istana kepada Riau Pos, Kamis (10/5).

Kesedihan yang mendalam dirasakan masyarakat di Kampar Kiri. Lelo yang menjadi benda pusaka adat meledak berkeping-keping hingga memakan korban jiwa, pada Rabu (10/5). Acara tablig akbar, sempena dengan 1 tahun penobatan Raja Gunung Sahilan terhenti, masyarakat yang hadir bergegas membantu para korban akibat ledakan Lelo.

Dengan begitu, popularitas keberadaan Lelo akan dirundingkan oleh para ninik mamak setempat. Menurut Utama Warman, dia akan menyuarakan agar Lelo tidak diledakkan lagi saat rapat ninik mamak dan para kholifah Kampar Kiri nanti. Tujuannya agar tidak ada lagi insiden meledaknya Lelo seperti pada Rabu (10/5) lalu.

Bagaimanapun keputusan pada Lelo nanti, ditampilkan lagi di acara adat atau hanya akan menjadi penghias ruang istana. Lelo tetap akan menjadi salah satu benda pusaka yang melegenda, kehadirannya sejak zaman kerajaan ratusan tahun silam, telah membantu pasukan kerajaan dalam mempertahankan wilayah kekuasaan dari serbuan musuh, yang masih dijaga dan dirawat sebagai benda pusaka adat masyarakat Kampar Kiri.

“Apapun keputusan akan Lelo nantinya akan kami terima. Sebagai masyarakat dan pemuda kami menghormati keputusan ninik mamak yang pastinya untuk kebaikan bersama. Jika tidak digunakan lagi, maka kami akan merindukan bagaimana senangnya masyarakat melihat atraksi letupan Lelo. Termasuk saya yang sejak kecil selalu antusias melihat letusan Lelo, hingga saya bisa dan berani menghidupkan Lelo itu sendiri sejak beberapa tahun terakhir,”ungkap Riko.(cr7)

Laporan MUSLIM NURDIN, Kampar









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook