Karena berbagai tradisi masih sangat kental di sini,” sebutnya. Seperti salah satunya melepaskan burung pipit tersebut. Ia mengharapkan dengan apa yang telah dilakukannya dapat memiliki manfaat dan harapan yang baik.
Secara terpisah itu Sekretaris Yayasan Sosial Umat Beragama Budha, Tjuan An SH mengakui bahwa melepaskan burung pipit bukanlah menjadi salah satu ibadah dalam tahun baru Imlek, namun lebih kepada tradisi yang selalu dilakukan oleh masyarakat Tionghoa.
“Ada yang katanya untuk membuang sial dan hal-hal yang buruk pada tahun sebelumnya, ada juga yang mengatakan hal itu menjadi memberikan pengharapan baru dalam kehidupan di tahun baru dan sebagainya,” sebut Tjuan An.
Salah seorang pedagang burung pipit di depan Vihara Sejahtera Sakti Udin, mengakui dirinya sengaja datang ke Selatpanjang dari Palembang, Sumatera Selatan hanya untuk berjualan burung pipit tersebut. Untuk perayaan Imlek kali ini, Udin bersama tiga orang temannya membawa sekitar 3.000 ekor burung pipit.
Menurut Udin, biasanya setelah sembahyang di vihara tersebut, etnis Tionghoa melakukan tradisi melepas burung, istilahnya buang sial dan mohon ampun. Satu ekor burung pipit dijual seharga Rp10 ribu untuk satu ekor dan Rp15 ribu untuk 2 ekor. “Pada hari pertama saya mendapat keuntungan Rp700 ribu. Biasanya burung-burung ini akan habis menjelang hari terakhir perayaan Imlek,” sebut Udin.(ade)