Sebelumnya, KLHK telah menerima dan menyetujui beberapa skema perhutanan sosial di Riau, terutama hutan desa. Tapi untuk hutan adat, ini pertama kali.
Menurutnya perhutanan sosial telah mendapat tempat pada proses pembangunan dalam lima tahun terakhir. KLHK, bekerja ekstra untuk memenuhi target 12,7 juta haktare di seluruh Indonesia.
Perhutanan sosial, lanjut dia terdiri dari 5 skema utama, yakni hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat dan kemitraan kehutanan. KLHK memfasilitasi skema ini melalui dukungan para pihak di lapangan, termasuk masyarakat adat.
Hal senada juga diungkap ungkap Datuk Khalifah Batu Songgan di Kampar Kiri Hulu, Suparmantono. Baginya, usulan hutan adat tak hanya memenuhi target pembangunan secara nasional tapi juga membuka peluang pengelolaan hutan oleh masyarakat adat secara lebih nyata. “Di Batu Songgan, kami mengelola huta adat melalui kegiatan ekowisata,” ungkapnya.
Dari ruang pertemuan Sub Direktoral Pengakuan Hutan Adat dan Perlindungan Kearifan Lokal, pertemuan berlangsung hangat. Sparmanto dan perwakilan dari Kampar, Riau lainnya menyerahkan usulan hutan adat seluas 10.318,5 hektare.
Usulan tersebut terdiri dari 641 haktere hutan adat di Desa Batu Songgan, 4.414 haktere di Desa Gajah Bertalut, 251 haktare di Desa Petapahan, 1827 haktare di Desa Aur Kuning, 767 haktare di Desa Terusan, 156,8 haktare di Desa Kampa dan Desa Koto Perambahan serta 1871,7 haktare di Desa Bukit Melintang. Semua desa berada dalam lingkup administrasi Kabupaten Kampar, Riau.
Menurut Suparmantono, masyarakat di 7 kenegerian telah mengantongi SK pengakuan dari Bupati Kampar sejak 2018. “Intinya, SK Bupati mengakui keberadaan masyarakat hukum adat dan tanah ulayat di masing-masing kenegerian. SK tersebut juga memberi pengakuan terhadap eksistensi pengelolaan hutan adat oleh masyarakat,” paparnya.
Direktur Perkumpulan Bahtera Alam, Harry Oktavian menyebut inisiasi hutan adat sendiri telah dimulai sejak 2012. Sejak awal, masyarakat dibantu berbagai lembaga swadaya masyarakat melakukan identifikasi dan pemetaan partisipatif.
Proses pengusulan hutan adat, lanjut Harry sudah dimulai sejak 2016. Saat ini baru diusulan sekitar 10 ribu haktare. Padahal setidaknya ada 26.350 hektare lagi yang berpotensi sebagai hutan adat di Kampar Kiri Hulu. “Semuanya sudah di SK-kan oleh Bupati,” tandas Harry.(rls)
Editor: Eko Faizin