OQTA MESI SIMORANGKIR, PETARUNG MUAYTHAI

Gagal Raih Emas PON, Ingin Mengabdikan Dirinya di Muaythai

PON XX Papua 2021 | Rabu, 06 Oktober 2021 - 21:04 WIB

Gagal Raih Emas PON, Ingin Mengabdikan Dirinya di Muaythai
Oqta Mesi Simorangkir (merah) saat bertarung di final kelas 43 Kg cabor muaythai di PON 2021 Papua melawan Nur Saadah dari Jawa Barat. (HARY B KORIUN/RIAUPOS.CO)

Gagal mempersembahkan emas untuk Riau, Oqta Mesi Simorangkir tak patah semangat. Meski ini menjadi PON pertama dan terakhirnya karena pembatasan usia, dia tetap ingin mengabdikan dirinya di muaythai.

Laporan: Hary B Koriun (Jayapura)


KEINGINAN Oqta Mesi Simorangkir mempersembahkan medali emas untuk Riau, akhirnya gagal. Meski begitu, dia tetap bersyukur dengan prestasi maksimal yang diraihnya tersebut.

Bertarung di final kelas 43 kg putri cabang olahraga (cabor) muaythai PON 2021 Papua yang dimainkan di Arena GOR STTP Gidi Sentani, Kabupaten Jayapura, Ahad (3/10/2021) lalu, Oqta dikalahkan oleh petarung Jawa Barat (Jabar), Nur Saadah, lewat pertarungan ketat.

Oqta mengaku sangat kecewa. Dia merasa sudah bertarung sebagaimana dia bisa, dengan kemampuan maksimal yang dimilikinya.

Dalam pertarungan tersebut, meski tubuhnya lebih kecil dan jangkauannya lebih pendek dari lawan, Oqta bertarung spartan sejak lonceng ronde pertama dibunyikan.

Dia mampu menunjukkan teknik serangan yang mematikan lewat pukulan, tendangan, siku, maupun lututnya dan membuat Nur Saadah kewalahan. Bahkan di ronde pertama, Nur Saadah sempat terjatuh.

Di dua ronde selanjutnya, kedua petarung terlihat berlaga lebih ketat. Keduanya jual-beli pukulan dan tendangan. Di beberapa momen, Oqta terlihat berhasil mendaratkan pukulan telak di wajah Nur Saadah.

Seusaia pertandingan, Oqta meminta maaf karena tak bisa mempersembahkan emas untuk Riau. Dia mengaku sudah bertarung secara maksimal dengan segenap kemampuannya.

"Saya minta maaf. Saya sudah bertarung maksimal, tapi hasil mengatakan lain," ujar gadis asal Duri, Bengkalis, ini.

Padahal, jika dapat emas, dia ingin membangunkan rumah untuk keluarganya dari hasil bonusnya nanti. Namun, dia tetap bersyukur dengan perak yang diraihnya itu. Walau bagaimanapun, itu adalah prestasi tertinggi sepanjang karirnya sebagai petarung di atas ring, baik di tinju maupun muaythai.

"Saya tetap bersyukur dengan hasil ini. Semoga cita-cita saya memberikan yang terbaik untuk keluarga saya bisa terlaksana," jelas gadis berperawakan mungil itu.

Gadis kelahiran Medan, 10 Oktober 1994 ini berlatih dengan keras untuk bisa berprestasi di PON Papua ini. Karena menjadi satu-satunya petarung putri yang lolos ke PON, saat pelatda di Bengkalis, dia melakukan latih-tanding dengan petarung putra, yakni Wahid.

Dia mengaku tak canggung bertarung melawan lawan jenisnya. Yang ada dalam pikirannya adalah menempa kemampuannya hingga titik paling maksimal.

"Yang selalu ada dalam pikiran saya adalah berlatih maksimal dan berharap dapat hasil maksimal juga," ujar anak pasangan David Simorangkir dan Nurfelly boru Sitompul tersebut.

Oqta memang sejak kecil sudah ditempa dengan kerasnya hidup. Kedua orangtuanya bukan keluarga berada. Mereka harus bekerja keras untuk bisa bertahan hidup. Oleh ayahnya yang mengajar beladiri tinju, sejak kecil Oqta sudah dilatih ayahnya untuk menekuni tinju.

Cukup lama dia menjadi petarung di cabang tinju. Karena prestasinya tak beranjak, pada tahun 2019 dia mencoba menekuni muathay. Dia dilatih oleh Nassan Harahap, pelatih muaythai di Bengkalis. Lelaki yang juga mantan pemain sepakbola di PSMS Medan ini menempanya dengan keras.

Oqta tak perlu waktu lama untuk beradaptasi dengan olahraga baru yang digelutinya. Dengan teknik dasar tinju yang dimilikinya,  Oqta berubah menjadi petarung muaythai yang kuat dan tak gampang diprovoksi lawan.

Saat turun ke Porwil Bengkulu 2019 yang merupakan ajang kualifikasi PON Papua, dia mengejutkan banyak orang. Dia menjadi juara dan meraih emas di kelas 43 kg. Keberhasilan itulah yang mengantarkannya lolos ke Papua mengikuti PON 2021.

Setelah memastikan diri lolos ke PON, Oqta yang tinggal bersama keluarganya di Desa Pematang Pudu, Kecamatan Mandau, Duri, Bengkalis ini terus mengasah kemampuannya. Yang ada dalam pikirannya adalah bagaimana berprestasi maksimal dengan terus beralatih.

Dia sadar, dengan usia yang sudah 27 tahun, ini adalah PON terakhirnya, karena ada regualasi pembatasan umur di cabang ini. Dia tak ingin di PON pertama dan terakhirnya ini mengalami kegagalan. Pulang dengan tangan hampa.

Lima bulan menjelang PON digelar, dia bergabung dengan petarung muaythai lainnya dalam pemusatan latihan di Bengkalis. Di sanalah dia harus bertarung dengan Wahid dalam latih-tanding, karena di kelasnya tak ada perempuan di pelatda.

Latih-tanding melawan petarung putra tak menyiutkan nyalinya. Dia justru termotivasi dan membuat mental bertandingnya semakin kuat. Keberhasilannya lolos hingga ke final PON 2021 adalah hasil dari tempaan itu.

Kekalahan Oqta ini disesali oleh Ketua Pengprov Muaythai Riau, Oktavianes Sinyo Lessnusa. Dia langsung melayangkan protes ke Dewan Juri PON. Ditolak, Sinyo melakukan banding ke Dewan Juri PB Muaythai. Sinyo mengaku punya bukti rekaman video yang memperlihatkan bahwa Oqta layak menang.

"Dari rekaman pertandingan yang kami miliki, Oqta lebih unggul," jelas Lessnusa seusai pertandingan.

Menurutnya, fair play di pertandingan PON 2021 harus ditegakkan. Dia mengaku tak masalah jika atletnya kalah asal dari hasil pertarungan yang adil.

"Semua penonton melihat bagaimana Oqta bertarung dan sempat membuat jatuh lawan karena pukulan telak," jelas Lessnusa lagi.

Di bagian lain, pelatih yang mendampingi Oqta, Nassan Harahap, mengaku kecewa. Dia kecewa bukan karena kekalahan Oqta, melainkan pada fakta di atas ring.

"Semua orang melihat apa yang dilakukan Oqta. Tapi dia dinyatakan kalah secara menyakitkan," jelas Nassan seusai pertandingan.

Tentang kemauan besar Oqta untuk maju, Nassan salut dengan perjuangan anak didiknya itu. Kata Nassan, Oqta sangat gigih, disiplin, dan keinginannya untuk menang sangat tinggi. Itu mungkin didapatkannya dari didikan ayahnya sejak kecil sebagai petinju.

Sayangnya, kata Nassan, Oqta bergabung dengan muaythai saat umurnya sudah dewasa. Jika masih remaja, dia yakin Oqta akan menjadi salah satu petarung yang mumpuni di kelasnya dan memiliki masa depan cerah.

Oqta sendiri mengaku, jika nanti sudah tak bisa bertarung di atas ring, dia ingin tetap mengabdikan hidupnya di muaythai. Dia mau menjadi apa saja di cabor keras dengan risiko cedera tinggi ini.

"Saya ingin menjadi pelatih atau wasit. Pokoknya saya ingin mengabdikan hidup saya di muaythai ini," ujarnya lagi.***

Laporan/Editor: Hary B Koriun

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook