PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Dalam waktu dekat, Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan gugatan sistem pemilu. Apakah tetap proporsional terbuka atau kembali ke tertutup. Apakah tetap berbasis suara terbanyak atau nomor urut.
Di Riau sebagian besar politikus menolak sistem proporsional tertutup.
Bakal calon legislatif (bacaleg) DPC PPP Kabupaten Kampar Muazin Firmansyah mengatakan, bacaleg berharap pelaksanaan pemilihan legislatif 2024 dengan sistem proporsional terbuka seperti tahun 2019 lalu. Karena masyarakat tidak diibaratkan membeli kucing dalam karung.
‘’Biar tahu dan jelas siapa bacaleg yang akan dipilih yang akan mewakilinya di parlemen. Sedangkan kalau proporsional tertutup hanya mencoblos partainya, pemilih tidak tahu siapa yang akan mewakilinya. Partai punya mekanisme tersendiri siapa yang duduk di dewan,’’ jelas Muazin Firmansyah.
Muazin Firmansyah mengharapkan untuk tetap dengan sistem proporsional terbuka. Supaya bacaleg tetap semangat bersosialisasi dengan masyarakat, menyampaikan gagasan-gagasan dan program-program.
‘’Kalau MK memutuskan memakai sistem proporsional tertutup, kami akan berkoordinasi dengan partai, polanya akan seperti apa dalam mengantisipasi pelaksanaan Pileg dengan sistem proporsional tertutup ini,’’ tegas Muazin Firmansyah.
Senada diungkapkan Ketua DPD PKS Kabupaten Kampar Tamaruddin. Ia menyampaikan, DPP PKS mendukung sistem proporsional terbuka. Bahkan dalam perkara di MK, PKS mendaftarkan diri sebagai pihak terkait mendukung pemilu terbuka. ‘’Untuk di DPD PKS Kampar mengikuti instruksi DPP PKS untuk sistem Pemilu 2024 tetap terbuka. Kita menginginkan pemilihan legislatif 2024 dengan sistem proporsional terbuka. Sambil menunggu keputusan MK ini, kita juga bersiap-siap akan nanti diberlakukan sistem proporsional tertutup,’’ jelas Tamarudin, Senin (29/5).
Tamaruddin menambahkan, intinya baik sistem proporsional terbuka maupun tertutup, DPD PKS Kabupaten Kampar siap menghadapi pemilihan legislatif 2024 mendatang.
Hal senada diungkapkan mantan Ketua DPRD Kepulauan Meranti Ardiansyah. Ia menolak keras rencana Pemilu 2024 dengan sistem proporsional tertutup. Kader PAN Kepulauan Meranti tersebut menerangkan jika sistem itu diberlakukan akan berdampak buruk terhadap sistem demokrasi negeri ke depan.
Karena dengan sistem pemilu proporsional tertutup membuat pemilih hanya memilih logo partai, bukan nama bakal caleg seperti yang saat ini berlaku. Sehingga pemilih tidak akan tahu siapa yang menjadi wakil yang akan membawa aspirasi mereka kelak.
“Secara kepartaian dan pribadi jelas kami menolak. Tidak fair (adil) jadinya. Soalnya momentum itu memilih legislatif, bukan memilih kucing dalam karung. Jadi pemilih dalam hal ini masyarakat harus tau dan harus kenal sama wakil yang dipercayakannya dalam menyuarakan kepentingan mereka,” ujarnya.
Jika tertutup maka akan berdampak buruk terhadap pemilih atau masyarakat. Karena kata Ardian, masyarakat wajib tau dan mengenal wakilnya secara detail.
“Dalam konteks sistem demokrasi yang saat ini berjalan di Indonesia, rakyat memiliki hak untuk memilih wakil mereka. Ketum PAN itu juga maunya terbuka. Karena disitu nilai demoktratisnya. Bukan tertutup. Jelas kalau terbuka tentu akan memberikan kepuasan tersendiri kepada masyarakat siapa yang akan mereka pilih dan dipilh,” bebernya.
Untuk itu, ia berharap dan mendorong MK tegak lurus sehingga sistem pemilu tidak diubah dan tetap terbuka. “Kami mendorong MK lurus untuk menjaga sistem demokrasi kita. Kami takutnya ini akan menjadi persoalan besar,’’ ujarnya.
Di tempat terpisah, Ketua DPD II Partai Golkar Kota Dumai, Ferdiansyah mengemukakan sebagai bagian dari Partai Golkar, DPD II Partai Golkar Kota Dumai akan mengikuti kebijakan DPP Partai Golkar.
‘’Sebagaimana dikemukakan Ketua Komisi II DPR RI yang merupakan wakil Golkar di DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, DPP Golkar berharap tidak ada perubahan pada Pemilu 2024. Tetap menggunakan proporsional terbuka,” kata Ferdi.
Ferdi mengungkapkan Partai Golkar sudah mendaftarkan Bacalegnya dari pusat hingga ke daerah, termasuk Kota Dumai. “Bacaleg yang kita daftarkan memiliki latar belakang beragam dan punya basis dukungan. Ada unsur tua dan milenial, unsur kader dan profesional, laki-laki dan perempuan,” kata Ferdi.
Jika menggunakan sistem proporsional tertutup, partai akan bekerja keras untuk meraup suara. Bacaleg yang berada di urutan bawah cenderung hanya diam dan berpangku tangan.
“Namun demikian, apapun kebijakan partai dan keputusan MK, kami siap melaksanakan. Lagi pula Bacaleg yang kami daftarkan mayoritas kader yang memiliki militansi untuk membesarkan partai,” kata Ferdi.
Kicauan Denny Indrayana Ditelusuri
Isu dugaan bocornya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilu terus bergulir dan memantik reaksi banyak kalangan. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD meminta dugaan itu ditelusuri.
Mahfud mengaku tidak yakin putusan tersebut sudah tersebar ke luar. Namun, jika hal itu terjadi, dia menyatakan sudah meminta MK mencari sumber kebocoran tersebut. Sebab, putusan MK bersifat rahasia bila belum dibacakan oleh hakim dalam sidang.
Keterangan tersebut disampaikan oleh Mahfud dalam rapat koordinasi terkait pemilu di The Westin Jakarta, Senin (29/5). Dalam paparannya, Mahfud menyebut bahwa dirinya sudah berkomunikasi dengan MK. ”Saya tadi (kemarin, red) memastikan ke MK, apa betul itu sudah diputuskan, (jawabannya) belum,” ujarnya.
Menurut dia, bocoran putusan yang pertama kali disampaikan oleh Denny Indrayana itu hanya analisis pihak luar. Menurut Mahfud, analisis itu bisa saja muncul saat orang di luar MK melihat dan menilai sikap para hakim. ”Lalu dianalisis sendiri,” kata dia.
Faktanya, pejabat asal Madura itu menyatakan, belum ada putusan apapun terkait sistem pemilu. ”Jadi, belum ada keputusan yang resmi. Sudah diputus sekian, enam banding tiga atau lima banding empat dan sebagainya. Itu belum ada,” beber pejabat yang pernah bertugas sebagai Ketua MK itu.
Namun demikian, Mahfud menyatakan bahwa MK tidak boleh tinggal diam jika memang ada yang bocor. Sebab, putusan MK tidak boleh bocor. ”Kalau betul (putusan) itu bocor, itu salah,” ujarnya.
Dalam kondisi itu, dia tegas menyebutkan, yang salah adalah sumber kebocoran tersebut. ”Saya tadi (kemarin, red) sudah ke MK, supaya diusut siapa di dalam yang sudah bicara itu, kalau memang sudah diputuskan, kalau memang bocor. Tapi, bisa jadi tidak bocor juga,” jelas dia.
Lantaran MK memastikan belum ada putusan, Mahfud mengajak semua pihak menunggu. ”Tentu akan terlihat dalam perjalanan waktu. Siapa yang benar, siapa yang salah. Tapi, tidak boleh sebuah putusan belum diketok bocor ke orang,” ujarnya.
Bagi penyelenggara pemilu, lanjut Mahfud, tidak perlu ada yang dirisaukan. ”Terbuka atau pun tertutup itu sama saja secara teknis administrasi,” ujarnya. Apalagi sampai saat ini KPU belum mencetak surat suara.