JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pengamat politik Ichsanuddin Noorsy mengatakan, jika menggunakan UU MD3 2018, mengatakan menunggu proses hukum selesai, tidak bisa dijadikan alasan bagi pimpinan MPR untuk tidak segera melantik Tamsil Linrung sebagai Wakil Ketua MPR menggantikan Fadel Muhammad.
Dalam persoalan pergantian Fadel dengan Tamsil, menurut Ichsan, pemegang otoritas pengambilan keputusan untuk mengganti wakil ketua MPR berada di sidang paripurna DPD. ''Paripurna DPD telah memutuskan bahwa Fadel Muhammad bermasalah dalam hal kinerja sehingga DPD menganggap perlu diganti,'' kata Ichsan, Ahad (26/2).
Jika Fadel merasa dirugikan, seharusnya Fadel membela dirinya bukan di pengadilan. Tapi di sidang paripurna DPD, sebab pemegang otoritasnya ada di paripurna DPD.
Ketika paripurna DPD memutuskan mengganti Fadel, kata Ichsan, jika menggunakan yuridis dan sosiologis formal, menurut Ichsan, maka yang memiliki hak mengganti adalah DPD. ''MPR itu cuma user istilahnya. MPR tidak bisa menolak penggantian wakil ketua MPR,'' ungkap Ichsan.
Kalau MPR menolak dengan alasan Fadel masih melakukan proses hukum, menurut Ichsan, maka yang menjadi pertanyaan adalah persoalan ini sengketa hukum atau politik. ''Ini sengketa politik yang dibawa ke ranah hukum atau murni sengketa hukum?'' kata Ichsan.
Ditambahkan Ichsan, pengadilan telah memutuskan bahwa pengadilan tidak memiliki wewenang mengadili, karena otoritasnya ada di DPD. ''Ini (putusan hakim, red) sudah benar,'' kata dia.
Selama pelantikan wakil ketua MPR dari unsur DPD digantung, menurut Ichsan, maka kepentingan DPD terhadap MPR menjadi sangat terganggu. ''Ada kesenjangan aspirasi yang tidak tersalurkan, dengan adanya konflik seperti ini bisa merugikan DPD dan bisa digugat secara hukum,'' ungkapnya.
Mengenai sikap pimpinan MPR yang tidak segera melantik Tamsil, Ichsan menilai hal ini disebabkan karena Bambang Soesatyo (Bamsoet) dan Fadel sama-sama berasal dari Partai Golkar.
''Jadi ada subjektifitas. Saya melihatnya seperti itu, sehingga Fadel dipertahankan,'' ungkapnya.
Alasan Bamsoet tidak melantik Tamsil karena menunggu putusan peradilan inkracht, kata Ichsan, memiliki dua kelemahan. Pertama, kelemahan legal formalisme yang tidak merujuk pada situasi legal yuridis sosiologisnya. Kedua, alasan ini tidak berangkat dari kondisi DPD.
Langgar UU
Desakan untuk segera melantik Tamsil datang dari Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, La Nyala Matalitti. ''Jika tidak ditindaklanjuti, pimpinan MPR melanggar Pasal 65 ayat (1) UU Nomor 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan,'' kata La Nyala, pekan lalu.
Hal ini disampaikan menjawab pertanyaan tentang belum dilaksanakannya putusan DPD RI untuk mengganti wakil ketua MPR dari unsur DPD RI. Padahal DPD sudah memutuskan penggantian Fadel Muhammad dengan Tamsil Linrung dalam sidang paripurna DPD.
La Nyala menjelaskan, dalam pasal tersebut berbunyi: Keputusan yang sudah ditetapkan tidak dapat ditunda pelaksanaannya, kecuali jika berpotensi menimbulkan: a. Kerugian negara, b. Kerusakan lingkungan hidup, dan/atau c. Konflik sosial.
DPD, menurut La Nyala, sudah melakukan langkah dengan pimpinan DPD melalui sidang paripurna meminta kelompok DPD di MPR bersurat kepada pimpinan MPR untuk minta pelantikan Tamsil.
Terakhir Pimpinan DPD menyampaikan surat kepada kelompok DPD agar ditindaklanjuti kepada pimpinan MPR sesuai dengan mekanisme yang ada di Tatib MPR. Disebutkan La Nyala, Fadel Muhamad diputus oleh Badan Kehormatan (BK) DPD bersalah dan diberi hukuman penjatuhan sanksi ringan dengan teguran tertulis.
Pengaduan Fadel Muhammad di PN Jakarta Pusat pun memutuskan bahwa PN tidak berwenang untuk mengadili. ''Semua dokumen hukum tersebut melalui kelompok DPD RI telah disampaikan kepada pimpinan MPR,'' kata La Nyala.
Ditambahkan La Nyala, Pimpinan DPD sudah melakukan komunikasi politik langsung kepada Ketua MPR. Namun, alasan belum dilakukan pelantikan dikarenakan yang bersangkutan masih menggugat dan menunggu putusan di PN dan ada gugatan baru juga di PTUN yang saat ini masih berproses.
Padahal, menurut La Nyala, hasil di pengadilan sebenarnya tidak berpengaruh dan tidak ada kaitannya. Karena menurut UU PTUN gugatan tidak bisa menindak pelaksanaan keputusan. ''Pimpinan MPR harus laksanakan usulan kelompok DPD sesuai Tatib MPR,'' papar La Nyala.(zed)
Laporan JPG, Jakarta