JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Wacana debat pasangan capres-cawapres di kampus hampir terbentur aturan perundang-undangan pemilu. Meski demikian, tidak berarti wacana itu tak bisa diakomodasi karena yang terlarang hanya lokasi debatnya.
Komisioner KPU Wahyu Setiawan menjelaskan, UU Pemilu sudah menetapkan bahwa lembaga pendidikan adalah lokasi terlarang untuk melakukan kampanye. Sementara itu, debat merupakan satu di antara sembilan metode kampanye.
”Berarti debat itu kampanye,” terangnya seperti diberitakan JPG. Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye juga mengatur tegas soal larangan tersebut.
Meski begitu, Wahyu mengatakan bahwa masukan dari para paslon tetap akan dibahas di internal KPU. Salah satu usulan yang masih bisa menjadi pertimbangan adalah mengundang civitas academica sebagai audiens dalam debat.
’’Menurut saya, makin banyak melibatkan audiens semakin baik,’’ lanjut mantan komisioner KPU Jawa Tengah itu.
Menurut Wahyu, yang menjadi persoalan hanya lokasinya. ’’Kalau audiensnya adalah civitas akademica, boleh saja selama lokasinya tidak di kampus,’’ imbuhnya. Kampus sebagaimana lembaga pendidikan lainnya harus steril dari segala jenis kegiatan kampanye politik pemilihan.
Saat ini KPU sudah mulai merumuskan konsep debat paslon. Debat akan berlangsung lima kali dengan tiga jenis berbeda. Yakni, debat paslon, debat capres, dan debat cawapres. Saat debat memasuki edisi khusus capres, cawapres tetap hadir tapi tidak ikut berada di panggung. Sebaliknya, saat edisi debat cawapres, capres hanya menjadi audiens.
Seluruh debat akan diselenggarakan pada 2019. Namun, tanggal pastinya belum ditetapkan. ’’Kami mulai mengidentifikasi isu-isu utama, juga panelis-panelisnya,’’ ucap Wahyu. Isu-isu utama akan dibahas lebih lanjut dengan para pakar yang dimintai masukan oleh KPU. Dengan demikian, masih ada ruang untuk mempertimbangkan usulan dari berbagai pihak.
Senada, Komisioner Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menegaskan bahwa debat tidak bisa dilaksanakan di lingkungan kampus. Memang, UU menyebut larangan berlaku bagi peserta pemilu, tim kampanye, dan pelaksana kampanye.
Namun, penyelenggara otomatis juga terikat dengan aturan itu. ’’Karena undang-undang melarang, berarti kami sebagai penyelenggara harus tunduk,’’ terangnya.(fat)