JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Jelang pencoblosan pemilihan umum legislatif dan presiden tanggal 17 April, konstalasi politik tanah air terus bergerak dan cenderung memanas. Terakhir, pertemuan mendadak antara pentolan Partai Demokrat dan Wiranto dianggap ada "apa-apanya".
Komandan Kogasma Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mendadak menemui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto. Pertemuan berlangsung di kantor Wiranto di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (22/3).
Ditemui usai menggelar pertemuan, Wiranto menyebut acara ini hanya sebatas pertemuan menteri dan elite parpol. Mereka berkoordinasi untuk mewujudkan pemilu bermartabat. Dia tak menjelaskan ada apa di balik pertemuan tersebut.
"Ini bukan kubu-kubuan. Saya menerima bagian dari satu kekuatan politik nasional. Kami bicarakan bagaimana kondisi politik nasional, bagaimana kami membangun satu pemilu yang damai, pemilu yang bermartabat," ujar Wiranto.
Mantan Panglima TNI itu menegaskan, urusan politik tidak boleh menjadi pemicu konflik di tengah masyarakat. Oleh sebab itu, butuh komitmen antar elite yang tengah berkompetisi.
"Pemilu tidak harus kita berseteru, pemilu tidak harus kita berhadapan dengan satu yang lain. Tapi pemilu kan satu kontestasi untuk memilih pemimpin yang baik, pemimpin yang berkualitas, yang punya track record yang baik, punya pengalaman, punya kompetensi," imbuhnya.
Sementara itu, AHY mengatakan dalam pertemuan ini dia membawa misi penting. Salah satunya yakni untuk mewujudkan pemilu damai dan bermartabat. Sebab, AHY sadar jika polarisasi di tengah masyarakat semakin mengental maka dampaknya tidak baik untuk kehidupan rakyat.
"Tentunya tidak sehat dan tidak baik jika kontestasi yang seharus dinikmati dan dirayakan di negara kita, kemudian justru berujung pada sekat-sekat di tengah masyarakat yang semakin tebal dan justru merusak persatuan kita," sambungnya.
Selain itu, putra sulung Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu pun menyampaikan permasalahan terkait presidential threshold 20 persen yang dianggapnya perlu ditinjau kembali. Sebab, dianggap tidak baik untuk perkembangan partai politik ke depan.
"Karena presidential threshold 20 persen dengan sistem pemilu serentak, dengan sistem pilpres dan pileg, dan berbagai aspek lainnya maka membuat ruang yang sempit sekali bagi rakyat kita untuk memiliki alternatif," kata AHY.