JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Total ada 133 orang meninggal dunia usai menjalankan tugas menyukseskan Pemilu Serentak 2019.
Data tersebut, terdiri dari 91 petugas KPPS meninggal dunia. Sedang untuk anggota Panwaslu, seperti disebutkan anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin, hingga Senin sore tercatat ada 27 orang yang meninggal dunia.
Dari polisi, Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menjelaskan, per Senin (22/4) diketahui bahwa anggota Polri yang meninggal dunia saat bertugas mengamankan pemilu berjumlah 15 orang.
Mereka berpulang saat melakukan berbagai kegiatan, dari mengawal kotak suara, distribusi logistik, dan mengamankan tempat pemungutan suara. ”Kami sangat berduka,” ujarnya.
Lima belas personel Polri itu tersebar di sembilan daerah, yakni Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Jakarta, dan Sulawesi Selatan. ”Mereka pahlawan demokrasi,” jelas Dedi.
Anggota KPPS meninggal dunia: Jenazah Dany Faturrahman saat disemayamkan di kediamannya di Jalan Biawan, Samarinda Ilir, Kamis (18/4). Foto: DWI RESTU/KALTIM POST
Karena itu seluruh anggoto itu mendapatkan kenaikan pangkat satu tingkat lebih tinggi, perpanjangan gaji dan santunan. Semua haknya akan diberikan kepada keluarga. ”Ini kebijakan pak Kapolri,” paparnya.
Penyebab meninggalnya personil itu didominasi karena kondisi kesehatan yang dikombinasi dengan tuntutan tugas yang cukup banyak. Tugas personil itu harus bertanggungjawab terhadap daerah mereka yang terdapat TPS. ”Mereka harus benar-benar menguasai dan mengamankan TPS,” jelasnya.
Perlu diakui bahwa mereka gugur karena kelelahan, namun begitu memang kondisi kesehatan setiap orang berbeda. Pun dengan kondisi geografis daeri setiap daerah juga memiliki kesulitannya tersendiri.
BACA JUGA: Seharusnya Kubu Jokowi dan Prabowo Perhatian, Sudah 90 Petugas KPPS Meninggal
”Kebanyakan yang meninggal itu di luar Pulau Jawa, yang kondisi geografisnya memang sulit,” terangnya.
Polri memiliki prosedur untuk tes kesehatan secara rutin. Namun begitu, tentunya setiap yang paling besar pengaruhnya ke kondisi kesehatan itu geografis atau tempat yang diamankan. ”Ya, jarak yang jauh dan lainnya,” tuturnya.
Dia menjelaskan, Korps Bhayangkara juga memiliki sistem kerja shift, dengan pembagian wilayah sangat rawan, rawan dan kurang rawan. Namun, mereka semua harus floating atau mobile ke TPS yang dijaga. ”Ya, harus mobile,” ujarnya.
Catatan KPU hingga kemarin sore (22/4), sudah ada 91 jajaran KPU, khususnya penyelenggara ad hoc, yang meninggal setelah pemungutan suara. Mayoritas di antara mereka adalah anggota KPPS (kelompok penyelenggara pemungutan suara). ’’Juga ada 374 orang yang sakit,’’ terang Ketua KPU Arief Budiman di kantor KPU. Mereka tersebar di 20 provinsi.
Jawa Barat menjadi provinsi dengan kasus kematian jajaran KPU terbanyak. Di provinsi itu, tercatat ada 28 jajaran KPU yang meninggal. Disusul Jawa Tengah (17) dan Jawa Timur (14). Sementara itu, kasus jajaran KPU sakit paling banyak terdapat di Sulawesi Selatan dengan 128 orang.
Penyebab meninggalnya personil itu didominasi karena kondisi kesehatan yang dikombinasi dengan tuntutan tugas yang cukup banyak. Tugas personil itu harus bertanggungjawab terhadap daerah mereka yang terdapat TPS. ”Mereka harus benar-benar menguasai dan mengamankan TPS,” jelasnya.
Perlu diakui bahwa mereka gugur karena kelelahan, namun begitu memang kondisi kesehatan setiap orang berbeda. Pun dengan kondisi geografis daeri setiap daerah juga memiliki kesulitannya tersendiri.
”Kebanyakan yang meninggal itu di luar Pulau Jawa, yang kondisi geografisnya memang sulit,” terangnya.
Polri memiliki prosedur untuk tes kesehatan secara rutin. Namun begitu, tentunya setiap yang paling besar pengaruhnya ke kondisi kesehatan itu geografis atau tempat yang diamankan. ”Ya, jarak yang jauh dan lainnya,” tuturnya.
Dia menjelaskan, Korps Bhayangkara juga memiliki sistem kerja shift, dengan pembagian wilayah sangat rawan, rawan dan kurang rawan. Namun, mereka semua harus floating atau mobile ke TPS yang dijaga. ”Ya, harus mobile,” ujarnya.
Catatan KPU hingga kemarin sore (22/4), sudah ada 91 jajaran KPU, khususnya penyelenggara ad hoc, yang meninggal setelah pemungutan suara. Mayoritas di antara mereka adalah anggota KPPS (kelompok penyelenggara pemungutan suara). ’’Juga ada 374 orang yang sakit,’’ terang Ketua KPU Arief Budiman di kantor KPU. Mereka tersebar di 20 provinsi.
Jawa Barat menjadi provinsi dengan kasus kematian jajaran KPU terbanyak. Di provinsi itu, tercatat ada 28 jajaran KPU yang meninggal. Disusul Jawa Tengah (17) dan Jawa Timur (14). Sementara itu, kasus jajaran KPU sakit paling banyak terdapat di Sulawesi Selatan dengan 128 orang.
’Misalnya, ada wacana yang mengatakan, ada pemilu lokal yang nanti dalam sekali (waktu) pemilu DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan pilkada,’’ terangnya.
Untuk pemilu nasional, ada tiga jenis pemilihan. Yakni, DPD, DPR, serta presiden dan Wapres. Wacana yang muncul pasti juga akan menjadi masukan bagi pembuat regulasi.
Ilham mengingatkan, usul apa pun terkait dengan pemilu ke depan harus diwujudkan dalam bentuk regulasi. Dalam hal ini, UU yang sejak jauh hari sebelum Pemilu 2024 harus sudah selesai. ’’Jangan terlalu mepet,’’ tambahnya. (byu/bay/far/c19/agm/idr)
Sumber: JPNN.com
editor: Deslina