JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Rancangan aturan teknis penyelenggaraan Pemilu 2024 kembali dikonsultasikan kepada DPR. Rabu (20/9) KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memaparkan rancangan aturan itu di depan anggota Komisi II DPR, termasuk kepastian jadwal pendaftaran pasangan capres-cawapres.
Komisi II DPR RI dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyepakati jadwal pendaftaranpasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) dimulai pada 19 sampai dengan 25 Oktober 2023. Sebelumnya, sempat muncul dua opsi. Selain 19-25 Oktober, opsi lainnya adalah 10-16 Oktober.
“Karena Pak Gaus (Anggota Komisi II Fraksi PAN Guspardi Gaus) yang bicara, kita setuju usulan Pak Gaus atau menolak usulan Pak Gaus?” tanya Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia saat rapat.
“Setuju ya? Setuju?,” tanya Doli.
“Sangat setuju,” jawab para peserta rapat.
“Jadi (pendaftaran capres-cawapres) 19 Oktober hingga 25 Oktober kita sepakati,” ucap Doli diiringi ketukan palu tanda kesepakatan.
Sebelumnya, dalam paparannya, Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari menyampaikan, untuk jadwal pilpres, dalam rancangan aturan teknisnya dimulai dengan pengumuman pendaftaran pada 16 Oktober. Lalu, 19–25 Oktober 2023 masa pendaftaran pasangan capres-cawapres.
Diikuti verifikasi kelengkapan dan kebenaran dokumen administratif hingga pemberitahuan hasil verifikasi.
’’Substansi dari jadwal yang kami ajukan ini juga merupakan sinkronisasi dan penyesuaian dengan Undang-Undang 7/2023 tentang Pemilu,’’ kata Hasyim di hadapan pimpinan dan anggota Komisi II DPR, Rabu (20/9).
Dalam rapat itu, KPU juga memaparkan Rancangan PKPU tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara. Salah satu poinnya mengenai penggunaan dokumen selain e-KTP atau KTP-el (KTP elektronik) dalam pemungutan suara. Hasyim menjelaskan, pemilih yang belum memiliki KTP-el tetap dapat memilih. Syaratnya, menunjukkan surat keterangan perekaman KTP-el dari dispendukcapil.
’’Penggunaan KK (kartu keluarga) tidak dibenarkan karena KK yang memuat data tentang susunan, hubungan, dan jumlah anggota keluarga bukan alat bukti identitas diri,’’ ujarnya.
Di sisi lain, Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI Laksamana Muda TNI Kresno Buntoro menyatakan arahan Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono tentang netralitas TNI dan jajaran dalam pemilu. Dikatakan, pihaknya sudah mulai melaksanakan safari hukum dan sosialisasi kepada prajurit.
’’Tahun 2024 adalah tahun di mana prajurit TNI dituntut peka dan antisipatif terhadap dinamika dan perkembangan situasi bangsa,’’ ungkapnya, Rabu (20/9).
Agar safari hukum dan sosialisasi netralitas TNI itu benar-benar sampai ke seluruh prajurit, Kresno memastikan semua komando utama dan jajaran TNI bakal didatangi. Tujuannya, memberikan penjelasan secara langsung. Bila masih ada yang melanggar komitmen netralitas TNI, dipastikan bakal mendapat sanksi.
’’Ada konsekuensi hukum,’’ jelasnya.
Ada 11 poin larangan bagi prajurit TNI yang harus dipedomani selama pemilu nanti. Di antaranya, mengomentari, menilai, mendiskusikan, dan memberi pengarahan apa pun terkait kontestan pemilu serta pilkada kepada keluarga atau masyarakat. Lalu, secara perorangan atau fasilitas berada di arena tempat penyelenggaraan pemilu dan pilkada.
Selain itu, menyimpan dan menempel dokumen, atribut, dan benda lain yang menggambarkan identitas peserta pemilu atau pilkada di instansi dan peralatan milik TNI juga dilarang. Berada di arena tempat pemungutan suara (TPS) saat pelaksanaan pemungutan suara pun tidak boleh dilakukan prajurit TNI.
Kresno menambahkan, mobilisasi organisasi sosial, agama, dan ekonomi untuk kepentingan parpol dan calon tertentu juga dilarang. Personel TNI juga tidak boleh ikut menyambut dan mengantar kontestan. Baik perorangan, satuan, maupun fasilitas. ’’Saya harap, setelah sosialisasi ini, tidak ada lagi prajurit yang melanggar yang menjadi keputusan panglima TNI tentang netralitas TNI pada Pemilu 2024,’’ ujarnya.(tyo/lum/syn/c18/hud/das)
Laporan JPG, Jakarta