JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Suksesi kepemimpinan nasional pada 2024 menjadi perhatian Muhammadiyah. Dalam Muktamar Ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah pada 18–20 November di Solo mendatang, Pemilu 2024 akan menjadi salah satu topik bahasan. Salah satu ormas Islam terbesar itu pun didorong menyiapkan kadernya untuk masuk eksekutif dan legislatif.
Dalam menyambut muktamar, PP Muhammadiyah menggelar diskusi bertajuk Suksesi Kepemimpinan Nasional di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Selasa (15/11/2022). Hadir Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Sekjen PAN Eddy Soeparno, Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani, dan Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Ma’mun Murod.
Hasto mengatakan, dalam menghadapi Pemilu 2024, pihaknya mendorong lahirnya pemimpin-pemimpin dari kader Muhammadiyah. Menurut dia, mereka layak disiapkan menjadi pemimpin di lembaga politik. ’’Dari Muhammadiyah bisa kita gali way of leadership,” kata Hasto.
Dia merekomendasikan kader-kader Muhammadiyah untuk menduduki jabatan di pemerintahan dan maju sebagai calon anggota legislatif pada pemilu mendatang. Tentu, mereka bisa maju melalui partai politik (parpol) peserta pemilu.
Menurut Hasto, Muhammadiyah tidak hanya menyiapkan pemimpin pada 2024, tetapi juga untuk 2034, bahkan 2040 ke depan. ’’Karena itulah, rekomendasi saya, kader-kader Muhammadiyah dapat disiapkan sebagai calon anggota legislatif ataupun eksekutif melalui parpol,” tegasnya.
Sudah saatnya, lanjut Hasto, menyiapkan kader-kader Muhammadiyah dengan cara Bung Karno, KH Ahmad Dahlan, KH Agus Salim, Ir Djuanda, dan tokoh lain, yaitu menggembleng diri menjadi sosok pemimpin yang ideal. ’’Sehingga muncul visi kepemimpinan yang kuat,” tuturnya.
Eddy mengatakan, pihaknya ingin mengajukan politik gagasan sebagai rekomendasi muktamar. Dia berharap inisiatif politik gagasan bisa menjadi salah satu rekomendasi dari Muhammadiyah untuk dibicarakan dalam pembahasan isu politik dan keumatan menjelang Pemilu 2024.
Dengan politik gagasan, lanjut dia, ruang publik akan diisi dengan perdebatan ide dan gagasan untuk Indonesia masa depan. ’’Jangan sampai kita membeli kucing dalam karung,” ucapnya.
Dengan politik gagasan, masyarakat bisa mengetahui apa yang dikampanyekan sehingga bisa diuji di ruang-ruang akademik. Dalam perdebatan gagasan diharapkan bisa saling merangkul, bukan menjatuhkan.
Arsul sangat berharap Muhammadiyah terus menjadi penjaga moral bangsa dan penjaga bagi partai politik yang ada di Senayan. Kalau ada yang harus dikritisi, dia mempersilakan Muhammadiyah untuk mengkritisinya. ’’Kalau ada yang perlu dikritisi dari pemerintah, ya silakan titipkan ke kami,” ucapnya.
Ma’mun menegaskan bahwa Muhammadiyah hanya bertindak sebagai muazin, yaitu pihak yang memanggil, memberikan masukan, saran, dan pendapat. Keputusan terakhir tetap ada di istana dan Senayan.
"Ya, seperti muazin salat. Hanya bisa menyerukan, memanggil untuk salat. Kami mengajak untuk melakukan perbaikan. Ya kalau tidak mau, tidak akan selesai,” ujarnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Eka G Putra