JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Mahkamah Konstitusi (MK) dengan tegas menolak judicial review atau uji materi Undang-Undang Pemilu terkait sistem Pemilu 2024. Penolakan ini disambut gembira oleh Partai Demokrat, karena Pemilu 2024 akan tetap menggunakan sistem pemilu proporsional terbuka.
"Putusan MK yang menolak sistem pemilu proporsional tertutup tentu disambut gembira oleh hampir seluruh elemen bangsa, mulai dari penggiat demokrasi, masyarakat sipil, partai politik, terutama para caleg dan seluruh rakyat Indonesia," kata Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani kepada wartawan, Kamis (15/6).
Kamhar mengutarakan, putusan MK itu menjadi kemenangan demokrasi dan kemenangan rakyat. Sebab, rakyat harus menjadi pilar utama dalam sistem demokrasi.
"Rakyatlah yang berdaulat menjadi penentu utama memilih perwakilannya di parlemen," ucap Kamhar.
Menurut Kamhar, penolakan sistem pemilu proporsional tertutup atau hanya mencoblos partai politik saat pemilu dinilai MK bisa menjaga independensi dan marwahnya sebagai lembaga konstitusi. Sebab, belakangan beredar opini bahwa MK akan menetapkan sistem pemilu proporsional tertutup.
"Putusan ini mencerminkan MK bisa menjaga marwah institusinya sebagai anak kandung yang lahir dari rahim reformasi," ujar Kamhar.
Oleh karena itu, Kamhar menyambut baik dan mengapresiasi putusan MK. Hal ini menjadi imperatif untuk semakin meningkatkan ikhtiar peningkatan derajat dan kualitas demokrasi.
"Termasuk bagi partai politik untuk meningkatkan pendidikan politik dan pengkaderan agar caleg-caleg yang akan menjadi wakil rakyat memiliki kompetensi yang memadai. Rakyat disajikan pilihan-pilihan calon wakil rakyat yang berkualitas, berintegritas dan memiliki rekam jejak yang memadai," tegasnya.
Sebelumnya, MK memutuskan menolak permohonan judicial review (JR) alias uji materi sistem pemilu yang tertuang dalam perkara Nomor 114/PUU-XIX/2022. Dengan demikian, Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.
"Mengadili, memutuskan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan di Gedung MK di Gedung MK, Jakarta, Rabu (15/6).
Putusan ini diambil oleh 9 hakim MK dengan satu hakim yang berpendapat berbeda atau dissenting opinion, yakni hakim konstitusi Arief Hidayat.
Sidang pleno pembacaan putusan ini dihadiri oleh 8 hakim konstitusi, yakni Anwar Usman, Arief Hidayat, Suhartoyo, Manahan Sitompul, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah. Sementara hakim konstitusi Wahiduddin Adams tidak hadir karena sedang menjalankan tugas MK di luar negeri.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi