Isu Ekonomi Diprediksi Gantikan SARA di Pilpres 2019

Politik | Minggu, 12 Agustus 2018 - 12:49 WIB

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pertarungan di dunia maya selama pemilu diprediksi tidak akan banyak menyinggung isu-isu suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Isu yang selama ini dianggap bisa memicu perpecahan bangsa. Keputusan Presiden Joko Widodo menggandeng Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin dianggap meredakan kemungkinan pemakaian isu SARA itu.

Direktur Eksekutif Saiful Munjani Research and Consulting (SMRC) Jayadi Hanan menuturkan kemungkinan isu yang akan diramaikan untuk menyerang petahana adalah masalah ekonomi. Sedangkan isu SARA terutama agama jadi tidak relevan lagi berkat kehadiran KH Ma’ruf. ”Agak sulit sekarang menyerang Jokowi dari sudut bahwa dia tidak memperhatikan Islam. Tidak mudah juga menyerang secara pribadi KH Ma’ruf,” kata dia kepada JPG, kemarin (11/8).

Sedangkan isu ekonomi berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Seperti harga sembako, biaya transport, soal lapangan pekerjaan, dan pengangguran. Selain itu juga isu korupsi juga bakal jadi bahan untuk mempengaruhi publik. ”Saya kira serangan sudut ekonomi tidak akan efektif kalau penantang (Prabowo-Sandi) hanya menyampaikan masalahnya apa. Tanpa memberikan alternatif kebijakan apa,” tambah dia.
Baca Juga :Ridwan Kamil Optimistis Elektabilitas Prabowo-Gibran Naik usai Debat Capres Ketiga  

Namun, bukan berarti isu SARA bakal betul-betul hilang. Menurut Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya pilihan cawapres dari kubu Prabowo dan Jokowi itu memang mengubah persepsi selama ini. Dulu koalisi umat hanya di Prabowo atau yang nasionalis hanya di Jokowi. ”Pilkada DKI tidak akan terjadi pada level seperti itu di 2019. Tapi apakah ini akan bersih dari isu SARA? Saya kira tidak,” kata Yunarto.

Perbincangan tentang kebijakan tetap bisa jadi akan dibungkus dalam politik primordial. Misalnya muncul istilah poros Makah dan poros Beijing yang sebelumnya tidak dikenal dalam perekonomian. Termasuk soal reklamasi yang dibahas bukan soal lingkungan hidup atau akses kemanfaatan tapi masalah dugaan kepentingan Tiongkok. ”Hal-hal yang terkait kampanye SARA tapi dalam konteks menumpang isu kebijakan,” ujar dia. 

Nah, media sosial akan menjadi medan perang dalam pertarungan isu-isu tersebut untuk menyerang pasangan calon presiden wakil presiden. Bahkan, Yunarto menyebutkan manipulasi data bisa jadi akan semakin marak di media sosial. Misalnya soal data kemiskinan yang disebarkan melalui berbagai medsos. ”Ketika mulai berdebatan substantif tiba-tiba muncul hoax yang membelokan substantif itu,” tambah dia.

Baru-baru ini Charta Politika juga menjadi korban hoax. Sebuah info grafis menggambarkan hasil survei tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi-Ma’ruf Amin dan Prabowo-Sandi. Yunarto memastikan bahwa info grafis itu hoax dan dia berencana untuk memproses hukum pembuatan serta penyebar gambar itu. “Dan tidak masuk akal karena (pasangan) itu baru diumumkan dua hari lalu. Sementara survei itu paling tidak dua pekan,” ungkap Yunarto.

Staf Ahli Menkominfo Prof Henri Subiakto menuturkan pihaknya telah bekerja sama dengan Badan Pengawas Pemilu, polisi, dan penyedia platform media sosial. Penilaian pelanggaran terhadap undang-undang pemilu diserahkan kepada Bawaslu. Sedangkan Kemenkominfo berperan menjadi eksekutor. ”Sudah dibuat regulasi penyedia platform juga bertanggung jawab terhadap ujaran kebencian dan penggunaan isu SARA di media sosial,” kata Henri.

Dia memperingatkan agar pemilik akun media sosial lebih bijak dalam membagikan kabar. Tidak mudah terprovokasi dan menyebarkan informasi yang belum jelas kebenaranya. ”Jangan melakukan serangan-serangan dengan menggunakan ujaran kebencian dan SARA akan kena UU ITE. Jangan tuduh sana-sini,” tegas dia..(jun/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook