"Perubahan tersebut tidak memerlukan verifikasi sebagaimana dalam
pengesahan kepengurusan hasil FTPKPP karena menyangkut apakah ada
penolakan dari 2/3 peserta FTPKPP, Akta Notaris dan lain-lain,"
sebutnya.
"Majelis hakim tidak bisa membedakan
antara pergantian pengurus berdasarkan Keputusan Parpol yang bersumber
dari FTPKPP dan mana yang merupakan Keputusan Parpol bersumber dari
keputusan parpol yang bersifat insidentil melalui rapat pleno atau
mandat ketua umum," imbuhnya.
Akan tetapi,
kendati PTUN Jakarta mengabulkan gugatan Daryatmo-Sudding, dia memandang
kepengurusan di bawah pimpinan OSO dan Herry Lontung Siregar tetap sah.
Sebab, Menkumham dan DPP Hanura telah mengajukan banding atas putusan PTUN itu sehingga
konsekuensinya Menkum HAM RI dan KPU RI harus terikat kepada status
belum adanya kekuatan hukum tetap dari putusan PTUN Jakarta dengan
segala akibat hukumnya.
"Nah, dengan adanya banding
dari Menkumham dan DPP Hanura atas putusan PTUN, maka kepengurusan yang
sah dan bisa mewakili DPP Partai Hanura ke dalam dan ke luar adalah DPP
Hanura kepengurusan OSO-Herry," paparnya.
Adapun
konsekuensinya, yang berhak mewakili Partai Hanura di Pileg dan Pilpres
2019 adalah DPP Hanura kepengurusan OSO-Herry. Oleh karena itu, dia
mengimbau agar KPU RI dan Menkumham harus patuh pada posisi hukum Partai
Hanura karena adanya banding dimaksud.
"Begitu pula kader-kader Hanura yang ingin menjadi caleg segera mendaftar di DPP Hanura kepengurusan OSO-Herry," tuntasnya.
Majelis
Hakim sebelumnya telah memutuskan perkara Gugatan Perselisihan Partai
Politik No. 24/G/2018/PTUN-JKT, tertanggal 26 Juni 2018. Dalam perkara
itu, Daryatmo dan Sarifuddin Sudding sebagai pengugat melawan Menteri
Hukum dan HAM sebagai tergugat dan DPP Partai Hanura sebagai tergugat
intervensi II.
Adapun dalam amar putusan disebutkan, menyatakan batal surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2018 tanggal 17 Januari 2018 tentang Restrukturisasi, Reposisi dan Revitalisasi Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat Masa Bhakti 2015-2020.
Di samping itu,
majelis hakim mewajibkan kepada tergugat untuk mencabut surat keputusan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor:
M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2018 tanggal 17 Januari 2018 tentang
Restrukturisasi, Reposisi dan Revitalisasi Pengurus Dewan Pimpinan Pusat
Partai Hati Nurani Rakyat Masa Bhakti 2015-2020. (gwn)
Sumber: JPG
Editor: Boy Riza Utama