JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 3 sekaligus Menko Polhukam Mahfud MD melakukan orasi ilmiah di hadapan ratusan mahasiswa pada Sidang Terbuka Senat Wisuda Ke-40 Universitas Komputer Indonesia (Unikom) di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (9/12/2023).
Mahfud mengaku, materinya berisi orasi ilmiah akdemik. Bukan orasi politik praktis elektoral.
"Sebelum memulai, saya tegaskan ini orasi ilmiah, bukan orasi politik elektoral. Yang hadir di sini sudah punya pilihan sesuai hati nurani masing-masing," ungkap Mahfud.
Dalam kesempatan ini, Mahfud mengimbau, para lulusan sarjana wajib menjadi intelektual yang bermoral. Sebab, mendapat ijazah dan ilmu saja tidak cukup.
"Sarjana itu ijazah. Skill ada, tapi belum menggambarkan moralitas. Intelektual itu menggambarkan watak pendidikan bermoral," tutur Mahfud.
Dari jumlah koruptor sebanyak 1.250 orang, 84 persen itu sarjana. Bahkan ada yang profesor. Para pelaku korupsi ini jelas tidak intelektual dan tak punya moralitas serta integritas untuk bertanggung jawab terhadap masyarakat.
Mahfud berharap, para wisudawan bukan hanya mendapat gelar sarjana, tetapi juga intelektual. Punya tanggung jawab moral memajukan bangsa dan negara. Sesuai konstitusi, mencerdaskan kehidupan bangsa. Bukan hanya otak, tetapi watak.
"Orang yang ilmunya dalam, pasti punya moral dan integritas. Karena dia selalu beriman kepada Allah. Tidak melakukan tindakan destruktif, kalau di pemerintahan, bersih dari korupsi dan intrik politik yang merugikan masyarakat dan bangsa," tambahnya.
Mahfud lantas bicara soal Prasyarat menuju Indonesia Emas. Yakni pertumbuhan ekonomi merata, pemberantasan korupsi, penegakkan hukum, dan demokrasi berkualitas.
Soal pertumbuhan ekonomi yang merata, pendapat perkapita saat 45 diharapkan sudah mencapai 23.300 dolar AS. Sekarang baru 4.600 dolar AS. Selain itu, angka partisipasi pendidikan nanti, 74 persen lulusan SMA masuk ke Perguruan Tinggi dengan mudah. Sekarang baru 11 sampai 13 persen. "Maka pertumbuhan ekonomi rata-rata harus mencapai 6 persen menuju 2045," katanya.
Untuk itu, penegakan hukum harus tegak. Kalau tidak maka negara mengalami disorientasi. Ketika dibiarkan akan terjadi distrust atau ketidakpercayaan. Ketika terus berlangsung, terjadilah disobedience, atau perlawanan. Maka akan berlanjut pada disintegrasi. Inilah urutannya hancurnya negara.
"Banyak negara hancur karena penegakan hukumnya bobrok. Saat terjadi ketidakadilan, rakyat pasti melawan," ungkapnya.
Kemudian, soal pemberantasan korupsi. Indeks persepsi korupsi Indonesia masih di angka 34 dari 100. Korupsi masih berlangsung dari pusat hingga ke daerah di berbagai lembaga.
"Pemberantasan korupsi itu jangan sampai main-main. Kalau penegakan hukum ditegakkan, 50 persen masalah selesai," kata Mahfud.
Syarat selanjutnya, demokrasi yang berkualitas. Demokrasi harus benar, bukan transaksional dan jauh dari kata teror. Keputusan keputusan yang diambil hatus terbuka bukan selintutan.
"Dan terakhir, toleransi dijaga. Indonesia ini paling jamak dan plural. Jumlah suku 1.360. Agama semua dengan seluruh sekte dan alirannya ada. Bahasanya 762 bahasa daerah," jelasnya.
Sebagai penutup, Mahfud mengingatkan, Pemilu 2024 harus berjalan bermartabat dan berkualitas.
"Semua orang boleh memilih siapa pun dan partai apapun. Tidak boleh ada tekanan dan intimidasi Rakyatnya juga harus sadar. Jangan mau transaksional," pungkasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman