JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Sekretaris Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Bambang Wuryanto mengatakan kalau tidak sepakat dengan suatu undang-undang maka sebaiknya dilakukan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal ini dikatakan Bambang merespons hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menyebut 70 persen lebih masyarakat setuju Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu KPK.
Bambang mengatakan kehidupan berbangsa dan bernegara itu dasarnya adalah kesepakatan.
“Kita sepakat bersatu dalam NKRI. Dari mana kita bersepakat, melalui konstitusi negara, berikutnya melalui perundangan. Kita bersepakat untuk itu dulu,” kata Bambang.
Dia menambahkan, kalau sudah bersepakat maka kesepakatan itu harus diikuti terlebih dahulu. Menurutnya, kalau sudah mengikuti kesepakatan berarti tidak boleh sesukanya.
“Kalau ikuti kesepakatan berarti konstitusi kita ikuti. Kalau UU sudah diketok, RUU sudah diketok, tidak ada cara, ikuti konstitusional law kita. Kalau tidak sepakat, judicial review,” ujarnya.
Bambang mengatakan, mengeluarkan perppu ada syaratnya sebagaimana diatur dalam konstitusi. Pertama, ada situasi genting. Kedua, ada kekosongan hukum. Dia pun tidak sepakat kegentingan memaksa merupakan subjektivitas dari presiden. “Mohon maaf, kalau kegentingan itu semua orang kerasa,” jelasnya.
Kemudian, kata Bambang, yang harus dilihat apakah terjadi kekosongan hukum. Tentu saja tidak. Sebab, kata dia, saat ini pimpinan KPK masih berjumlah lima orang. Selain itu, ujar dia, KPK juga masih melakukan operasi tangkap tangan. Artinya, tegas Bambang, tidak ada kekosongan hukum yang terjadi.
“Pimpinan masih lima, itu masih OTT. Tidak ada kekosongan hukum. Jadi tidak ada alternatif lain kecuali judicial review,” katanya.(boy/jpnn)
Sumber: Jpnn.com
Editor: Erizal