JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pembahasan terkait jadwal dan tahapan Pemilu 2024 masih alot. Pada sikap resmi yang disampaikan di rapat konsinyering kemarin (3/10), Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak mengubah usulannya terkait hari pemungutan suara. "KPU masih konsisten (21 Februari 2024, red)," ujar Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi kepada jpg. Rapat yang digelar di Bogor itu melibatkan penyelenggara pemilu, Komisi II DPR, dan Kemendagri.
Tanggal tersebut, masih terpaut hampir tiga bulan dari usulan pemerintah. Sebelumnya, pemerintah mengusulkan pemungutan suara digelar pada 15 Mei 2024 dengan sejumlah pertimbangan. Yakni situasi politik, rencana pemulihan ekonomi hingga efisiensi anggaran.
Usulan pemerintah sempat dikaji KPU. Namun dari hasil pencermatan, waktu tersebut tidak ideal. Yakni, jika dikaitkan dengan pilkada serentak 2024 yang juga menjadi tanggung jawabnya. Atas alasan itu, KPU tetap pada sikap awal. "Dengan menjelaskan beberapa alasan bahwa 21 Februari adalah pilihan terbaik," imbuh Pram.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, Februari dipilih penyelenggara dengan berbagai pertimbangan. Selain cuaca dan siklus anggaran, hari tersebut bisa memberi ruang persiapan pilkada yang dipatok November. Meski demikian, hingga berita ini ditulis, belum ada keputusan yang diambil. "Belum selesai konsinyeringnya," kata mantan Ketua Bawaslu Banten itu.
Sementara itu, dukungan terhadap usulan pemerintah bertambah. Usai Nasdem dan Golkar, Partai Gerindra juga mendukung opsi 15 Mei 2024. Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, kemarin. "Setelah melalui berbagai pertimbangan dan kajian yang mendalam, kami mendukung usulan pemerintah terkait dengan waktu pelaksanaan Pemilu tanggal 15 Mei," ujarnya.
Dasco menjelaskan, pihaknya mendukung usulan tersebut demi efektifitas dan efisiensi Pemilu 2024. Meski demikian, lanjut Dasco, kebutuhan anggaran pemilu harus tetap diperhatikan. Mengingat porsi anggaran negara untuk pemilu masih terbatas.
"Jadi, kalau toh pencoblosan pemilu tanggal 15 Mei 2024 ini disepakati, maka pelaksanaan waktu kampanye relatif pendek. Sehingga diharapkan kebutuhan pemilu dapat lebih efisien dan tidak terlalu membebani anggaran negara," tegas Dasco.
Sementara itu, peneliti Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana berharap, penetapan jadwal tidak hanya mengakomodasi kepentingan politik. Namun juga perlu melihat dari perspektif pemilih.
Dia menjelaskan, jika pemilu terlalu mepet dengan pilkada, psikologi masyarakat juga terpengaruh. Misalnya, tidak dapat mencerna visi misi calon kepala daerah. "Misalnya ditengah situasi kampanye pilkada, publik juga dihadapkan dengan situasi sengketa pemilu," ujarnya.
Apalagi di daerah-daerah yang rawan, konstelasi politik yang menghangat akibat irisan pemilu dan pilkada juga dapat memicu konflik. "Sengketa pemilu membawa situasi politik yang semakin memanas," imbuhnya. Atas dasar itu, pihaknya mendorong agar pemilu tidak dipaksakan di 15 Mei 2024. (far/bay)
Laporan JPG, Jakarta