KABULKAN GUGATAN DARYATMO-SUDDING

Ini Keputusan Janggal Majelis Hakim PTUN Menurut Hanura Kubu OSO

Politik | Rabu, 04 Juli 2018 - 16:25 WIB

Ini Keputusan Janggal Majelis Hakim PTUN Menurut Hanura Kubu OSO
Ilustrasi. (JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta soal gugatan kubu Daryatmo-Sarifuddin Sudding dinilai memiliki kejanggalan oleh Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Hukum DPP Hanura Petrus Selestinus.

PTUN Jakarta diketahui telah mengabulkan gugatan Daryatmo-Sudding atas SK Menkumham tentang Restrukturisasi, Revitalisasi dan Reposisi Kepengurusan DPP Partai Hanura.

Baca Juga :Hanura Riau Matangkan Stretegi Pemenangan Pemilu 2024

"Kami menilai ada beberapa kejanggalan dalam Putusan PTUN Jakarta tersebut," katanya, sebagaimana diberitakan JawaPos.com, Rabu (4/7/2018).‎

Dalam pertimbangan hukum, imbuhnya, majelis hakim menyebut pihaknya tidak berhak menentukan keabsahan kepengurusan partai politik. Majelis menilai, keabsahan kepengurusan parpol ditentukan oleh mahkamah partai dan/atau peradilan umum sebagaimana diatur dalam Undang-undang Partai Politik (Parpol).

"Namun, anehnya, di amar putusan majelis hakim PTUN, justru mengabulkan gugatan penggugat. Itu artinya, Majelis Hakim PTUN ikut menentukan keabsahan kepengurusan parpol yang sebenarnya menjadi wewenang mahkamah partai politik menurut UU Parpol," tuturnya.

Dia menyatakan, kejanggalan lain adalah Majelis Hakim PTUN menempatkan Keputusan Hanura melakukan restrukturisasi, revitalisasi, dan reposisi terhadap posisi Sarifuddin Sudding sebagai Sekjen, sebagai produk dari Keputusan Forum Tertinggi Pengambilan Keputusan Partai Politik (FTPKPP) Hanura.

Padahal, dia menilai, restrukturisasi, revitalisasi, dan reposisi hanyalah perubahan pengurus pada tataran sekjen yang menurut AD, ART, dan PO cukup dilakukan dengan rapat pleno atau oleh ketua umum berdasarkan mandat rapimnas.

"Jadi, sekali lagi SK Restrukturisasi, Reposisi dan Revitalisasi bukanlah produk yang mengubah hal-hal pokok sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 2 ayat (4) UU Parpol, seperti mengubah AD-ART, mengganti ketua umum, mengganti asas partai dan lainnya yang harus dilakukan melalui Munas/Munaslub sebagai FTPKPP," tegasnya.

Di sisi lain, dia pun menyebut bahwa dengan melakukan restrukturisasi, revitalisasi, dan reposisi, Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) tidak melakukan perubahan kepengurusan.

Adapun OSO hanya mengubah personalia pengurus secara orang per orang di dalam partai saja. Perubahan itu hanya sifatnya insidentil, bukan perubahan mendasar yang harus diputuskan lewat forum tertinggi partai atau munas.

"Dan kalau ada penolakan dari sekurang-kurangnya 2/3 peserta Munas/Munaslub barulah Menkumham terkendala untuk memberikan pengesahan dan menunggu penyelesaian di Mahkamah Partai," jelasnya.

Lebih jauh, dia pun mengatakan kecewa karena SK yang digugat merupakan SK yang bersifat deklaratif absolut. Itu karena perubahan pengurus partai politik di tingkat pusat dilakukan pada jabatan Sekjen yang menurut AD/ART Partai Hanura hanya cukup dengan Rapat Pleno DPP atau di Hanura cukup dilakukan oleh ketua umum berdasarkan mandat rapimnas.

Dengan begitu, cukup didaftarkan dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook