JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Tudingan-tudingan yang timbul sebagai buntut konflik kepemimpinan di tubuh Partai Golkar tidak saja terkait pada kedua kubu yang berseteru. Tetapi juga menyasar kepada pemerintah.
Salah satunya, seperti yang dituduhkan kader yang juga Bendahara Umum Partai Golkar versi Munas Bali, Bambang Soesatyo. Bagi Bambang, keputusan pemerintah mencabut SK kepengurusan versi Munas Ancol atau kubu Agung Laksono tidak cukup hanya sampai di situ.
Bambang menyebut, pemerintah melalui Kemenkum dan HAM seharusnya juga menerbitkan SK kepengurusan kubu mereka yang diketuai Aburizal Bakrie. Karena tidak melakukan seperti pendapatnya, Bambang menuding pemerintah menyalahgunakan kekuasaan.
"Terkait keengganan Menkum dan HAM menerbitkan SK kepengurusan Golkar Bali dan terus menggantung Golkar, kami menilai Pemerintah cq Menteri Hukum dan HAM cenderung menyalahgunakan kekuasaan dalam menyikapi persoalan di tubuh Partai Golkar. Pemerintah menggunakan wewenang Menteri Hukum dan HAM untuk mengeskalasi konflik internal Partai Golkar," kata Bambang dalam keterangan tertulis, Senin (4/1/2016).
Dia melanjutkan, pemerintah berwenang dan punya kompetensi untuk menyelesaikan persoalan Golkar. Akan tetapi, pemerintah memang tidak ingin menggunakan wewenang dan kompetensi itu untuk menyelesaikan persoalan Golkar dengan bijaksana.
"Pemerintah justru lari meninggalkan persoalan. Sebab, hanya melaksanakan perintah Mahkamah Agung (MA) membatalkan SK Menkum dan HAM tentang pengesahan produk Munas Ancol, tetapi menolak mengesahkan hasil Munas Bali. Artinya, dalam kasus Golkar, pemerintah abstain," ujarnya.