’’Ketiga partai ini mendapat efek elektoral dari capres dan cawapres,’’ kata peneliti LSI Denny JA, Rully Akbar dalam paparan QC Pileg 2019 di kantornya, Kamis (18/4/2019).
Rully menjelaskan PDIP mendapatkan efek elektoral dari Joko Widodo atau Jokowi yang merupakan kader partai berlambang banteng moncong putih itu. Partai Gerindra mendapatkan efek elektoral dari Prabowo Subianto yang maju pilpres. Prabowo juga merupakan ketua umum Partai Gerindra. PKB mendapatkan efek elektoral dari pencalonan KH Ma’ruf Amin sebagai cawapres pendamping Jokowi.
Berdasarkan hasil QC LSI Denny JA, PDIP meraih 19,80 persen, Partai Gerindra 12,50 persen, Partai Golkar 12,21 persen, PKB 9,56 persen, Nasdem 8,53 persen, PKS 8,04 persen, Partai Demokrat 6,81 persen, PAN 6,16 persen, PPP 4,34 persen, Perindo 3,18 persen, Berkarya 2,41 persen, PSI 2,35 persen, Hanura 1,85 persen, Garuda 0,98 persen, PBB 0,90 persen, dan PKPI 0,38 persen.
QC LSI Denny JA itu menggunakan metodologi multistage random sampling, dengan jumlah sampel 2000 tempat pemungutan suara atau TPS. Sampel TPS terbesar tersebar secara proporsional berdasar provinsi di Indonesia. Adapun margin of error kurang lebih 1 persen.
Lebih lanjut Rully menjelaskan bahwa sisa ikatan emosional pemilih dengan partai yang pernah juara juga menjadi salah satu penyebab kemenangan di Pileg 2019. Dia mencontohkan, PDIP pernah menjuarai pemilu pada 1999 dan 2014. Partai Golkar pernah menjadi juara pada 2004, dan Demokrat di 2009. ’’Status juara menimbulkan ikatan emosional pemilih,’’ tegas anak buah Denny JA, itu.