Muchtar mengaku dituduh menghalang-halangi dan merintangi penanganan kasus yang menjerat Akil. Selain itu, dirinya dianggap memberikan keterangan palsu. Muchtar akhirnya divonis lima tahun penjara. Menurut dia, dalam menjalani perkara itu, dirinya mendapat ancaman dan intimidasi. Keluarganya juga mendapat ancaman. Usahanya terganggu.
Muchtar juga mempersoalkan hartanya yang dirampas KPK. Ada 25 unit mobil, 45 motor, 3 rumah, dan 2 bidang tanah. Dia sudah mengirim surat ke komisi antirasuah bahwa harta itu bukan hasil korupsi, tapi tidak digubris. Bahkan, lanjut dia, pada Ramadan 2016, ada tiga orang yang mengaku utusan Johan Budi.
Ketiga orang yang berasal dari Jogjakarta itu datang ke Lapas Sukamiskin. Mereka menawarkan pembagian harta rampasan menjadi dua bagian. Satu bagian untuk Johan dan satu lagi untuk dirinya. Namun, dia menolak tawaran itu, karena harta itu miliknya dan bukan hasil korupsi. ’’Saya tidak mau,” paparnya.
Sementara itu, Miko yang mengaku mempunyai nama asli Niko Panji Tirtayasa mengaku pernah mendapat tawaran dari Abraham Samad dan Novel. Menurut dia, Samad memberi penawaran menarik, yaitu 50 persen dari harta rampasan milik Muchtar jika dia mau bekerja sama dan berhasil menjebloskan Akil serta Muchtar Effendi ke penjara.
Miko juga mengaku diperlakukan sangat istimewa selama menjadi saksi kasus suap pengaturan pilkada di Kota Palembang dan Kabupaten Empat Lawang. Dia bisa masuk dengan mudah ke gedung KPK. Bukan dari pintu depan, melainkan dari pintu samping. Miko juga mendapat fasilitas kamar di Hotel Aston Setia Budi. ”Apa pun yang saya inginkan dituruti. Saya dapat fasilitas pijit,” ucap pria yang sempat dikait-kaitkan dengan kasus penyerangan Novel Baswedan itu.(lum/c17/fat/jpg)