Dalam litaratur hukum pidana, penjara diakui sebagai bentuk pidana (hukuman) paling populer. Pidana itu sendiri merupakan terjemahan dari istilah straf dalam bahasa Belanda yang dapat diartikan sebagai penderitaan yang sengaja diberikan kepada orang yang memenuhi syarat karena dipersalahkan atas suatu perbuatan atau keadaan. Dalam berbagai istilah asing, pidana hampir identik dengan penjara seperti istilah prison, penal dan seterusnya walaupun sesungguhnya masih dikenal bentuk pidana yang lain selain penjara.
Adapun yang ingin dicapai dengan proses pemenjaraan adalah pengekangan kebebasan manusia yang dengan itu diharapkan seorang yang telah bersalah menjadi terlatih untuk mengendalikan kehendaknya yang tidak baik agar menjadi baik. Inti pemenjaraan adalah pemasyarakatan, yang dapat diartikan sebagai proses membuat seseorang menjadi masyarakat dan kembali kepada masyarakat sebagaimana tuntutan sosial dalam bermasyarakat.
Demikianlah pula hakikat puasa yang bersifat mengekang hawa nafsu orang-orang beriman. Puasa adalah sarana latihan untuk membuat orang yang beriman menjadi terbiasa untuk tidak melakukan sesuatu yang haram. Jika sesuatu yang halal saja tidak diperbolehkan untuk dikerjakan pada siang hari, maka apalagi yang haram, tidak boleh dikerjakan dalam keadaan apapun. Jika terhadap yang halal saja kita mampu menahannya, apalah lagi kepada yang haram.
Dengan berpuasa, diharapkan orang-orang beriman kembali ke jalan yang ditentukan Allah. Jalan kebaikan yang mengantarkannya ke surganya Allah sebagaimana kembalinya narapidana ke tengah masyarakat setelah menjalani hukuman atau kembalinya pasien ke rumah setelah dinyatakan sembuh oleh dokter.
Seseorang yang lulus menjalankan puasa Ramadan dinyatakan Allah sebagai orang yang bertakwa dan telah meraih kemenangan. Di hari raya dinyatakan kembali suci seperti bayi yang baru lahir tanpa membawa dosa sehingga jika tiba masanya kita kembali kepada Allah. Kita telah kembali dalam keadaan nafsunmutmainnah sebagai jiwa yang tenang. Hanya jiwa-jiwa yang tenang yang dapat diterima di dalam surga, jiwa tanpa dosa, tanpa rasa takabur dan sombong, tanpa iri dengki dan hasad, jiwa tanpa dendam.
Allah yang Maha Baik tidak akan membiarkan kita kembali kepada-Nya dalam keadaan penuh dosa dan jiwa yang kotor. Maka selain dengan berpuasa, Allah kirim rasa sakit pada diri kita, rasa kehilangan akan harta, kehilangan kekuasaan atau jabatan, kehilangan sahabat dan orang-orang tersayang. Tak lain tak bukan agar supaya kita tak lagi merasa sombong dan sepenuhnya bergantung kepada Allah semata. Kita dikembalikan Allah dalam keadaan kosong sebagaimana kejadian awal kita.
Namun tidak semua orang mampu mengambil kesempatan itu meski Allah telah memberinya kesempatan. Jika kita gagal meraih kemenangan itu, gagal mencapai derajat takwa, maka surga bukanlah tempat yang layak untuk kita.
Semoga Ramadan tahun ini membawa kita kembali menjadi insan yang nafsulmutmainnah, jiwa-jiwa yang tenang, jiwa yang kembali dengan hati yang rida dan diridai-Nya, menjadi bagian hamba-hamba Allah yang dipersilakan masuk ke dalam surge-Nya.***