Puasa adalah sebuah ibadah yang diajarkan dalam agama Islam. Selain memiliki manfaat untuk kesehatan fisik dan spiritual, puasa juga membentuk karakter dan moral seseorang, termasuk kejujuran.
Puasa mengajarkan kita untuk menjadi orang yang jujur karena pada saat berpuasa, kita harus menahan diri dari melakukan tindakan yang dapat membatalkan puasa seperti makan, minum, dan berhubungan intim. Selain itu, puasa juga mengajarkan kita untuk menahan diri dari berbohong, mencuri, dan melakukan tindakan-tindakan yang tidak jujur.
Dengan menahan diri dari melakukan hal-hal yang dapat membatalkan puasa, kita belajar untuk mengendalikan diri dan memperkuat kemampuan untuk menghindari perilaku yang tidak jujur. Selain itu, puasa juga membantu kita meningkatkan kesadaran diri dan memperkuat hubungan kita dengan Allah SWT, sehingga kita lebih termotivasi untuk berperilaku jujur dan benar.
Dalam Islam, kejujuran dianggap sebagai nilai yang sangat penting. Oleh karena itu, dengan mengamalkan puasa secara benar dan konsisten, kita dapat memperkuat nilai kejujuran dalam diri kita dan membentuk karakter yang baik sebagai seorang muslim.
Imbauan kepada para pejabat pemerintah tentang tidak pamer harta terus saja mengganggu logika berpikir saya. Apa yang akan terjadi pada para pejabat? Tentu mereka akan segera menyembunyikan harta kekayaannya. Akun media akan dijadikan privat. Postingan-postingan yang bersifat pamer segera akan di-takedown dan mereka akan tetap melakukan apa yang selama ini mereka lakukan. Tetapi dengan cara yang lebih aman. Jadi imbauan untuk tidak pamer sesungguhnya sudah salah kaprah. Mestinya bukan jangan pamer, tapi jangan korupsi.
Dalam Islam, ada larangan untuk memamerkan kekayaan atau harta yang dimiliki. Hal ini dapat ditemukan dalam banyak ayat Al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW. Beberapa ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang larangan pamer harta antara lain adalah:
“Dan janganlah kamu memandang rendah terhadap orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong lagi membangga-banggakan diri.” (QS. Luqman: 18)
“Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong, yang membanggakan diri, yang suka meminta-minta, dan yang kikir serta menyuruh orang lain menjadi kikir.” (QS. An-Nisa: 36)
Dalam hadits, Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan agar umat Islam tidak memamerkan kekayaan atau harta yang dimilikinya.
Beliau bersabda: “Barang siapa yang memamerkan kekayaannya untuk mengejar kehormatan, maka Allah akan mempertontonkannya kepada para musuhnya.” (HR. Bukhari)
Hal ini menunjukkan bahwa memamerkan kekayaan atau harta yang dimiliki tidak hanya dianggap sebagai perilaku yang sombong dan membanggakan diri, tetapi juga dapat membawa konsekuensi negatif seperti membuat diri menjadi sasaran iri dan dengki dari orang lain.
Dalam Islam, harta atau kekayaan bukanlah tujuan akhir dari hidup manusia. Sebaliknya, harta dan kekayaan diberikan oleh Allah SWT sebagai ujian dan amanah yang harus dijalankan dengan baik. Oleh karena itu, sebagai umat muslim, kita seharusnya menghargai harta yang dimiliki dan tidak memamerkannya untuk mengejar kehormatan atau popularitas. Sebaliknya, kita harus menggunakan harta tersebut untuk kepentingan yang baik dan meningkatkan kualitas hidup kita dan orang lain di sekitar kita.
Pamer dan korupsi itu adalah dua hal yang sangat berbeda. Jadi dalam hidup itu ada tiga tingkatan. Tingkat pertama yang paling mendasar adalah kebenaran. Ini adalah masalah benar atau salah. Tingkat kedua adalah kebaikan. Ini soal baik atau bukan. Tingkat ketiga adalah keindahan. Ini soal indah atau tidak indah.
Nah, korupsi itu adalah perbuatan di tingkat pertama, yaitu soal benar atau salah. Ini masalah yang sangat prinsip dan sangat fundamental, sangat sementara.
Sementara pamer itu bukan soal kebenaran, tapi soal baik atau buruk. Korupsi adalah soal hukum. Pamer itu hanya soal etika dan moral. Korupsi itu adalah pelanggaran nilai primer, sementara pamer itu hanya melanggar nilai sekunder. Di sinilah terdapat kesalahan yang cukup fatal dalam cara berpikir. Ada dua hal yang ingin saya katakan di sini. Pertama nilai itu tidak sama pentingnya. Ada nilai yang lebih penting daripada nilai yang lain. Nilai yang bersifat primer lebih penting daripada nilai sekunder atau tersier. Kedua tingkatan nilai tersebut bersifat berurutan dan tidak boleh dilompati begitu saja. Kebenaran selalu menempati tingkat pertama yang fundamental. Di sini kita berbicara mengenai kebenaran, kejujuran, integritas, keadilan, dan cinta kasih. Nilai kebenaran ini merupakan saringan yang pertama sebelum kita lulus dalam nilai kebenaran. Kita belum boleh bicara mengenai kebaikan karena memang tidak ada gunanya dan hanya akan menghasilkan sesuatu yang salah arti.
Nilai sekunder adalah nilai-nilai yang terkait dengan baik atau buruk. Komunikasi dan team work merupakan contoh nilai sekunder. Pamer juga masuk kategori nilai sekunder. Yang menarik, penerapan nilai sekunder tempat terlebih dahulu memenuhi nilai primer adalah sesuatu yang sangat berbahaya. Ambillah nilai teamwork. Apakah teamwork itu baik? Belum tentu. Teamwork hanya baik kalau yang dikolaborasikan adalah sesuatu yang benar. Teamwork hanya baik bila telah melewati saringan kebenaran. Ketika belum lulus saringan, kebenaran teamwork menjadi sesuatu yang sangat berbahaya.
Jadi sebelum kita mempromosikan nilai teamwork, pastikan dulu bahwa yang kita lakukan ini adalah hal yang benar ini sangat penting karena para perampok yang efektif senantiasa menjalankan nilai teamwork ini. Tanpa adanya teamwork mereka tidak akan efektif dalam menjalankan pekerjaannya. Ini jugalah yang dilakukan oleh para koruptor. Mereka bisa berhasil dalam menjalankan misinya kalau mereka menerapkan nilai teamwork ini dengan sebaik-baiknya.
Begitu juga dengan nilai komunikasi para penipu yang senantiasa menggunakan cara-cara komunikasi efektif untuk mencapai targetnya. Bahkan mereka tidak akan berhasil bila mereka tidak mampu berkomunikasi dengan baik, mendengarkan pembicaraan korbannya dengan penuh empati dan menampilkan diri dengan sebaik-baiknya. Jadi teamwork comunication bisa menjadi sebuah kompetensi dan kemampuan yang sangat berbahaya bila orang yang memilikinya belum lulus dari saringan yang lebih awal, yang lebih mendasar dan fundamental yaitu saringan kebenaran. Sama dengan contoh di atas, ketika para pejabat memenuhi perintah atasannya untuk tidak pamer, menetapkannya yang akan terjadi dengan tidak pamer. Korupsi akan semakin sulit diberantas. Coba bayangkan kalau saja Mario Dandy tidak pamer dengan mobil robicon-nya apakah masalah penyalahgunaan wewenang di Ditjen Pajak akan terbongkar. Saya yakin tidak. Justru masalah ini terbuka lebar karena adanya pamer harta ala Mario Dandy ini. Tanpa adanya pamer harta ini Rafael Alun akan hidup damai dan sejahtera sampai hari tuanya.
Begitu juga dengan teman-teman Rafael yang lainnya yang hidup dari manipulasi pajak rakyat. Jadi yang harus ditegakkan adalah jangan korupsi. Ini soal benar atau salah. Selama orang masih korupsi, jangan dulu kita bicara soal pamer. Imbauan jangan pamer dalam situasi ini sangat kontraproduktif. Imbauan jangan pamer itu baru akan benar ketika sudah bisa dipastikan bahwa semua pejabat menaati imbauan pertama, yaitu jangan korupsi, yang menyakiti hati rakyat itu. Sesungguhnya juga bukan pamer. Banyak orang yang memamerkan hartanya di media sosial dan kita juga melihatnya dengan biasa-biasa saja karena kita tahu bahwa harta yang mereka pakai itu bukan hasil korupsi yang menyakiti hati rakyat. Itu sesungguhnya bukan perilaku pamer, tetapi perilaku korupsi.
Inti dari pamer harta bagi pejabat adalah perilaku yang tidak etis dan tidak pantas dilakukan oleh seorang pejabat atau pemimpin. Pamer harta di sini merujuk pada perilaku memamerkan kekayaan dan kemewahan yang dimiliki oleh seorang pejabat atau pemimpin, baik dalam bentuk harta benda, properti, mobil mewah, atau kebiasaan hidup mewah lainnya. Perilaku pamer harta bagi pejabat atau pemimpin dapat berdampak negatif pada masyarakat, terutama dalam hal merusak citra dan reputasi seorang pejabat atau pemimpin yang seharusnya menjadi teladan dalam hal kepemimpinan dan pengelolaan harta negara dengan baik.
Selain itu, perilaku pamer harta bagi pejabat atau pemimpin juga dapat menyebabkan ketidakadilan sosial dan meningkatkan kesenjangan sosial yang sudah ada di masyarakat. Pejabat atau pemimpin yang pamer harta cenderung lebih dihormati dan diuntungkan dalam hal fasilitas dan pelayanan publik.
Sementara masyarakat biasa yang miskin dan tidak mampu sering kali terpinggirkan dan tidak mendapatkan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan. Oleh karena itu, sebagai seorang pejabat atau pemimpin, seharusnya menghindari perilaku pamer harta dan berusaha untuk memberikan teladan yang baik dalam hal kepemimpinan dan pengelolaan harta negara. Pejabat atau pemimpin harus lebih fokus pada tugas dan tanggung jawab mereka untuk melayani masyarakat dan membangun negara dengan baik, bukan pada kemewahan dan kekayaan pribadi yang dimiliki.***
Afrinaldy Rustam, Dosen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Suska Riau