Esthy menambahkan, perhelatan ini merupakan rangkaian kegiatan Penyelenggaraan Festival Crossborder Atambua di tahun 2017 yang terus konsisten digelar oleh Kemenpar. "Ini daerah paling dekat dengan perbatasan antara Indonesia dengan Timor Leste. Ada pintu perbatasan Mota¡¯ain yang menghubungkan antara Indonesia dengan Timor Leste. Jadi sangat berpotensi mendatangkan wisatawan," ujar Esthy yang diamini Gayatri.
Lantas mengapa harus Jamrud dan Cokelat? Kenapa juga Kementerian Pariwisata dan Pemkab Belu sampai mau repot-repot memboyong dua band papan atas Indonesia itu ke crossborder area? "Karena basis penggemar mereka di wilayah perbatasan Indonesia-Timor Leste sangat kuat dan solid. Bahkan boleh dibilang fanatik," ungkap wanita berkerudung itu.
Dan Esthy tak asal bicara. Saat tampil terpisah di 2016 silam, Atambua langsung heboh diserbu sekitar 25 ribu penonton. Detak ekonominya berdetak sangat kencang. Hotel, pedagang kecil, rental mobil, restoran, semuanya panen raya.
Bagi Menpar Arief Yahya, membalut wisata perbatasan lewat musik memang sangat pas. Atambua yang tadinya sepi kini mulai dilirik wisman Timor Leste. Kota yang tadinya menjadi pusat penampungan pengungsi dari Timor Timur saat 1999 itu sudah naik kelas. Artis-artis tampil di sana tak lagi didominasi band-band lokal ataupun bintang kelas dua nasional. Semua sudah artis papan atas Indonesia.