"Ini seni bela diri tradisional suku antara dua orang yang disebut pepadu. Dua orang menggunakan sebuah rotan sebagai pemukul yang disebut penjalin yang ujungnya dilapisi balutan aspal dan pecahan beling yang ditumbuk sangat halus. Petarung yang tampil juga menggunakan perisai sebagai pelindung yang disebut ende yang terbuat dari kulit sapi atau kulit kerbau. Para pepadu pun siap mengadu kejantanan, ketangkasan dan adu nyali di arena presean," ujarnya.
Selain itu juga Pegelaran Wayang Kulit Sasak juga akan tampil sebagai pembeda dalam Festival Kota Tua ini. Wayang kulit Sasak merupakan kesenian wayang yang tumbuh di kalangan suku Sasak di Pulau Lombok, NTB, sudah sejak lama.
"Bisa dikategorikan sebagai seni pertunjukan teater minimalis, karena hanya dibutuhkan sekitar 10 personil, terdiri dari seorang dalang, dua orang pembantu dalang untuk menata wayang ( pengabih atau pengawit) serta tujuh orang penabuh gamelan. Pertunjukannya beda dengan wayang golek. Dan ceritanya mengambil cerita menak (Serat Menak), yakni cerita dengan tokoh utama Wong Agung Menak, beda dengan wayang kulit di Jawa yang bersumber dari Mahabarata dan Ramayana, dijamin menarik," promosinya.
Sama seperti Kota Tua Jakarta, Kota Tua Ampenan memiliki puluhan bangunan bersejarah peninggalan era Hindia Belanda. Bukan Saja bangunan berasitektur Belanda, banyak gedung bernuansa Tiongkok yang masih berdiri. Ampenan juga memiliki beberapa kampung yang heterogen. Di antaranya, Kampung Tionghoa, Kampung Bugis, Kampung Melayu, Kampung Banjar, Kampung Arab, dan Kampung Bali.
Pada masa lalu, Ampenan merupakan salah satu pusat perekonomian dan perdagangan. Hal itu dapat dilihat dari sisa-sisa reruntuhan konstruksi armada di pinggiran Pantai Ampenan. Reruntuhan itu sudah menjadi salah satu destinasi wisata bagi pelancong.