Oleh Hary B Koriun
MUNGKIN tak berlebihan jika menilai kemenangan telak Denmark atas Rusia 4-1 adalah "ledakan" Denmark yang dinanti banyak orang di Piala Eropa 2020 yang dipentaskan 2021 ini. Sebab, dengan tragedi kolapsnya Christian Eriksen, kemudian pemaksaan oleh UEFA agar partai melawan Finlandia diselesaikan --Denmark kalah 0-1-- dan kekalahan dari Belgia 1-2 di pertandingan Grup B, Denmark seperti sudah tak punya kans menang, apalagi bisa lolos ke 16 Besar.
Sudah jelas, dengan nilai 0 di dua laga, hanya Rusia dan Finlandia yang punya peluang besar untuk lolos ke babak selanjutnya. Kedua negara itu memiliki poin 3 hasil dari satu kali kemenangan. Artinya, jika Rusia dan Finlandia bisa bermain imbang, maka selesailah Denmark. Maka, menghadapi Rusia, sangat kecil kemungkinan Denmark bisa lolos. Sebab, jika pun menang tipis, Simon Kjaer dkk tetap tak akan lolos. Sebelum partai melawan Rusia, selisih gol Denmark 1-3 (-2). Rusia dengan nilai 3 punya selisih 1-3 (-2), dan Finlandia 1-1 (0). Hanya kemenangan besar dan berharap Finlandia kalah dari Belgia yang bisa meloloskan Denmark sebagai runner-up.
Sebelum pertandingan, anak kiper legenda Denmark (Peter Schmeichel) yang kini juga menjadi kiper utama Tim Dinamit, Kasper Schmeichel, sudah pasrah.
"Bagi kami, kemenangan melawan Rusia nanti adalah sebuah kehormatan, meskipun akhirnya kami tak lolos ke babak selanjutnya," ujar kiper Leicester City tersebut.
Kasper sadar, kekalahan 0-1 dari Finlandia di partai perdana --UEFA memaksakan pertandingan dilanjutkan meski psikologis para pemain Denmark sedang down-- saat Eriksen kolaps, menjadi kunci "hancurnya" Denmark. Jika tak ada insiden Eriksen atau pertandingan dihentikan total dengan hasil akhir 0-0, pasti optimisme muncul. Namun kenyataan berkata lain, Denmak hanya ingin menyelesaikan kejuaraan saat bertarung melawan Rusia, apa pun hasilnya.
"Jika pun kami tersingkir, kami tak akan malu, apa pun hasilnya," kata Kasper lagi.
Meski bertanding di kandang sendiri, Parken Stadium di Kopenhagen --didukung para fansnya yang memenuhi stadion-- di awal pertandingan Denmark harus banyak bertahan. Gelombang serangan Rusia yang juga tak ingin tersingkir, membuat Kasper dan lini pertahanan Denmark dibuat sibuk. Bagaimana bisa menang besar kalau untuk menyerang saja susah?
Untungnya Denmark punya pemain raksasa bertinggi 199 cm, Jannik Vestergaard. Bek Southampton itu menjadi musuh sepadan penyerang raksasa Rusia, Artem Dzyuba, yang tingginya hanya kalah 3 cm dari Vestergaard. Duel dua pemain paling tinggi di kedua tim ini berlangsung keras dan menarik. Setiap ada bola lambung di pertahanan Denmark, maka kedua pemain ini pasti adu lompatan. Dan Vestergaard sering menang.
Pelan tapi pasti, pemain-pemain Denmark akhirnya bisa keluar dari kurungan Beruang Merah. Dan, sebuah gol cantik dari gelandang muda (20 tahun) milik Sampdoria, Mikkel Krogh Damsgaard, menit ke-38, membakar para pemain Denmark. Lalu di babak kedua, Denmark mulai pesta gol ketika Yussuf Poulsen mendapat umpan manis dari gelandang Rusia, Magomed Ozdoev, yang melakukan back-pass ke kiper, tapi justru bola datang ke arah Poulsen yang masih berada di kotak penalti Rusia.
Denmark mulai ketar-ketir ketika Dzyuba mencetak gol lewat penalti menit ke-70 setelah Rifat Zhemaletdinov dijatuhkan Vestergaard di kotak penalti. Jika hasil 2-1 bertahan hingga akhir dan Finlandia masih imbang 0-0 dengan Belgia, maka selamat tinggal Piala Eropa 2020 untuk Denmark.
Tetapi, empat menit setelah gol Dzyuba itu, para pendukung Denmark bersorak riang ketika mendengar gawang Finlandia bobol oleh bunuh diri sang kiper, Lukas Hradecky. Kabar ini membuat kesetanan para pemain Denmark, mereka lalu mengurung pertananan Rusia dengan berbagai cara dan peluang gol terus tercipta. Hasilnya, dalam sebuah skrimit di depan gawang muda Rusia, Matvey Safanov, bola muntak sampai ke luar kotak penalti. Bek Chelsea, Andreas Bodker Christensen, muncul dan melakukan tendangan geledek yang menghujam gawang Safanov di menit ke-79.
Tak cukup dengan tiga gol, dalam skema serangan balik pada menit ke-82, bek kiri Joakim Maehle Pedersen merangsek sampai ke kotak penalti Rusia, dan dengan tendangan terukur, dia berhasil mengelabui Safanov. Kedudukan 4-1 ini sudah cukup bagi Denmark lolos sebagai runner-up mendampingi Belgia. Sebab semenit sebelum gol Pedersen itu, gawang Finlandia kebobolan lagi oleh gol Romelu Lukaku.
Aksi heroik Denmark ini mengingatkan kita pada sejarah hingga negara ini disebut Tim Dinamit. Pada Piala Dunia 1986, Denmark lolos dan tak masuk hitungan ketika bergabung dengan Jerman Barat, Uruguay, dan Skotlandia di Grup E. Namun, justru Denmark menjadi jura di klasemen akhir grup. Memulai pertandingan melawan Skotlandia, Denmark menang 1-0 lewat gol Preben Elkjaer Larsen.
Di partai kedua, Uruguay, salah satu kekuatan Amerika Latin, dipangkas dengan 6-1. Preben mecetak tiga gol, dan tiga lainnya dicetak oleh Soren Lerby, Michael Laudrup, dan Jesper Olsen. Di partai ketiga, Denmark benar-benar lapar. Jerman Barat yang diperkuat pemain-pemain hebat seperi Rudy Voeller, Lotthar Matthaeus, Pierre Littbarski, Klaus Allofs, Guido Buchwal, Klaus Augenthaler, Hasn-Peter Briegel, atau Felix Magath, dimakan 2-0. Jespen Olsen dan John Eriksen yang menjadi aktor pencetak golnya.
Tiga pertandingan itu yang membuat Denmark kemudian mendapat julukan Tim Dinamit. Tim yang meledakkan para jagoan dan unggulan. Jerman Barat sendiri akhirnya lolos sebagai runner-up grup dan sampai ke final sebelum kalah 2-3 dari Argentina.