PIALA DUNIA 2018

Permasalahan Internal yang Menghancurkan Jerman

Perca | Jumat, 29 Juni 2018 - 00:26 WIB

Permasalahan Internal yang Menghancurkan Jerman

Perubahan susunan pemain saat melawan Korsel inilah yang dianggap menjadi persoalan besar dari tersingkirnya Jerman. Saya setuju keputusan Loew mencadangkan Thomas Mueller dan Draxler, tapi mestinya memberi ruang kepada striker murni seperti Mario Gomez yang rajin berada di kotak penalti. Ini berbeda dengan Timo Werner yang lebih sering berada di sayap kiri. Nah, tak adanya sayap kiri murni ini juga menjadi problem berat. Bila saja Loew membawa Sane, masalah bisa teratasi. Leow terlalu yakin bahwa bek seperti Jonas Hector bisa berperan menjadi sayap kiri, padahal beda psikologis seorang gelandang-sayap, sayap murni, atau bek-sayap.

Di babak pertama, Jerman terlalu lambat, tak langsung menekan, sementara Korsel bermain full power, hampir selalu menang duel udara atau bola kedua setelah duel. Mereka sering memotong alur umpan, dan kemudian melakukan serangan balik. Padahal, dalam posisi Meksiko kalah 0-3 dari Swedia, kemenangan 1-0 saja atas Korsel bisa membawa Jerman lolos menyingkan Meksiko.

Di luar persoalan dua geng pemain senior, gap antara pemain muda dan tua juga terjadi. Tudingan bahwa Loew tidak adil –dalam kasus Wagner dan Sane— juga muncul dengan  pilihannya terhadap Neuer yang langsung jadi kiper utama dan kapten tim, padahal dia sudah tak bermain di Muenchen sejak April 2017. Begitu sembuh, langsung jadi kiper utama dan kapten! Loew tak memandang sedikit pun bagaimana Ter Stegen berjuang di Rusia di Piala Konfederasi dengan membawa pulang trofi, plus hampir di semua partai ujicoba. Di Rusia kali ini, Stegen tak semenit pun main. Bukan hanya kelompok pemain muda, kelompok pemain imigran kabarnya juga protes dengan hal ini.
Baca Juga :FIFA Ancam Skorsing Brazil, Bisa Tidak Ikut Piala Dunia

Persoalan-persoalan internal dari awal pembentukan tim hingga gap antara anak muda dan pemain senior saat di Rusia, plus isu rasialis dalam tim ini tak bisa diselesaikan oleh Leow. Padahal, dengan keberhasilan Jerman juara Piala Konfederasi dengan skuat muda, banyak orang yakin telah terjadi alih generasi yang baik di kubu Jerman. Namun, karena manajemen Loew gagal menanganinya, yang terjadi justru menjadi manajemen konflik yang membawa Jerman pada titik nadir.

Publik Jerman tak perlu marah terhadap para pemain Korsel --yang banyak bermain di klub-klub Jerman-- seperti reaksi buruk publik Italia terhadap Ahn Jung-Hwan di Piala Dunia 2002 lalu. Sebab, meski tipis, Korsel sendiri masih punya peluang lolos. Bayangkan, seandainya Swedia takluk di tangan Meksiko, dengan kemenangan 2-0 itu bisa membawa Taeguk Warrior lolos ke 16 Besar.

Bukan lawan yang menghancurkan Jerman. Sang juara bertahan sudah hancur dari dalam. Meksiko dan Korsel hanya memanfaatkan kondisi itu, plus Swedia yang nyaris membuat Jerman tersingkir lebih cepat sebelum gol telat lewat tendangan bebas Kroos.
Kini, sepulang dari Rusia, yang harus dilakukan federasi adalah melakukan investigasi pada semua rumor tersebut. Jika terbukti, maka tidak ada cara lain selain melakukan pemangkasan generasi (peremajaan), melakukan rekonsiliasi jika isu rasial itu benar, mengganti pelatih, dan siap memulai dari bawah menuju kematangan para pemain muda.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook