PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Keinginan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi membuat Robi Sucandra (21) tak patah arang. Ia bahkan rela memendam harapan dan bekerja serabutan.
“Saya ingin kuliah setamat sekolah, tapi karena keadaan, saya tekadkan cari kerja dulu sekaligus bantu ibu,” kata Robi, Jumat (26/6/2020).
Selama dua tahun, Robi menjalani berbagai pekerjaan, mulai dari tukang ojek, buruh bangunan, hingga menjadi petugas kebersihan sekaligus penjaga masjid. Setelah tabungan cukup, Robi kemudian mendaftarkan diri ke sebuah perguruan tinggi di Pekanbaru.
Pada tahun 2019, ia pun akhirnya diterima di Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Negeri (UIN) Suska Riau. Melihat tekadnya yang kuat, seorang teman kemudian datang membawa informasi peluang beasiswa.
"Begitu dapat infonya, saya langsung siapkan dan antar langsung persyaratannya," ujar putra asli kelahiran Desa Sungai Ara, Kecamatan Pelalawan, Kabupaten Pelalawan, Riau tersebut.
Kisah lainnya datang dari Hamdani (22), yang termasuk nekad ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Putra asli Sungai Apit, Kabupaten Siak, ini mencoba berbagai jalur beasiswa, namun gagal. Ia kemudian mendaftar lewat jalur mahasiswa undangan atau PBUD (Pemilihan Bibit Unggul Daerah) dan jalur mandiri.
“Saya cari kerja dulu untuk nabung. Orang tua saya sempat bingung, sebab kalau saya lulus, dari mana biayanya. Ternyata saya benar lulus PBUD dan saya pun ikut bingung,” ujar mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Riau (Unri) ini.
Harapan Hamdani untuk kuliah hampir saja kandas. Uang tabungan hasil kerja sampingannya dulu hanya cukup membayar biaya satu semester. Namun demikian, Ia tak langsung menyerah. Ia pun berupaya mencari peluang beasiswa agar bisa kuliah gratis.
Berkat kegigihannya, alam pun seolah bersepakat mewujudkan impian Hamdani. Sebuah organisasi mahasiswa daerah asalnya memiliki informasi beasiswa dari sebuah perusahaan.
Cerita lain disampaikan oleh Nurul Husna (21), putri asal Mekar Delima, Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau mengaku sempat patah semangat ketika mengetahui dirinya tidak lolos dalam seleksi beasiswa ikatan dinas.
“Rasanya sedih waktu itu, saya langsung terbayang gagal kuliah, karena ketiadaan biaya,” terangnya.
Orangtua Nurul akhirnya menganjurkan agar kuliah di STAIN Bengkalis, Riau, karena jaraknya lebih dekat dari kampung, sehingga tidak berat di ongkos dibanding harus kuliah di Pekanbaru. Namun ternyata tidak seindah yang dibayangkan. Biaya kuliah pun semakin menjadi beban. Akhirnya, Nurul berupaya mencari informasi peluang beasiswa dari berbagai sumber.
“Jika tidak ada bantuan beasiswa, bisa jadi kuliah saya putus di tengah jalan, tapi saya yakin rejeki itu pasti ada asal kita terus mencoba,” kenang Nurul, mahasiswa semester 7, Jurusan Perbankan Syariah ini.
Impian Robi, Hamdani, dan Nurul mewakili semangat dan antusias seratusan penerima beasiswa program Community Development (CD) PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Bagi mereka, keterbatasan biaya bukanlah menjadi penghalang untuk meraih cita-cita. Beasiswa ini diprioritaskan kepada siswa berprestasi dan tidak mampu secara ekonomi serta berdomisili di sekitar wilayah operasional perusahaan.
"Saat ini sudah tahun keempat dan banyak dari angkatan pertama yang akan diwisuda secara daring,” ujar Vonne Kandou, Koordinator Program Beasiswa dan Vokasi CD RAPP.
Setiap tahun RAPP menyalurkan beasiswa kepada 100 mahasiswa di lima Kabupaten di Riau, masing-masing sebesar Rp7juta per tahun. Program ini telah dimulai sejak tahun 2016 lalu. Bantuan diberikan mulai dari semester 1 hingga semester 8 dengan syarat nilai IPK minimal 3.00.
Manajer CD RAPP, Binahidra Logiardi, mengatakan, program beasiswa pendidikan ini juga berkontribusi pada tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) 2030, terutama pada nomor 1, 4, dan 8.
“Melalui beasiswa ini diharapkan dapat menciptakan akses untuk pendidikan bagi masyarakat, mengurangi proporsi usia muda yang tidak bekerja, tidak berpendidikan atau terlatih, di mana secara jangka panjang membawa dampak pada pengentasan kemiskinan,” ujar Binahidra.
Editor: Hary B Koriun