PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Usaha pertambangan di Indonesia terutama mineral dan batu bara memiliki dampak yang besar bagi sumber ekonomi. Terlebih lagi di daerah, usaha pertambangan tidak hanya berdampak pada ekonomi saja, namun sudah menjadi kebutuhan.
Hal itu disampaikan Gubernur Riau Drs H Syamsuar secara virtual pada dialog Mineral dan Batu Bara (Minerba) bersama Media dan Generasi Muda dengan topik "Transformasi Pertambangan Tanpa Izin (PETI) menjadi Izin Pertambangan Rakyat (IPR) di Provinsi Riau, Senin (27/9) kemarin.
Di Riau, Gubernur Syamsuar melihat, meski masih banyak ketiadaan izin usaha pertambangan (IUP), namun pertambangan di sana sudah menjadi faktor kebutuhan bagi masyarakat tempatan. Yang mana melalui pertambangan, animo masyarakat dan pihak swasta memanfaatkan potensi batuan untuk lapangan pekerjaan dan usaha.
"Bagi masyarakat tempatan atau masyarakat dari luar mempunyai animo tinggi karena ini adalah peluang kerja dan peluang usaha," katanya.
Kendati demikian, dengan ketiadaan izin usaha pertambangan, terdapat beberapa permasalah di antaranya ketaatan atas hukum atau peraturan rendah, pemahaman serta pengetahuan atas pertambangan yang baik dan benar dinilai rendah. Tidak hanya itu, sistem perizinan juga sulit diperoleh karena harus mengurus ke Kementerian ESDM. "Dengan jarak yang jauh, tidak mungkin masyarakat kita akan bisa ke Jakarta," ujarnya.
Masalah berikutnya, terjadi kerusakan lingkungan karena tidak adanya pengawasan. Serta pemerintah daerah dihadapkan dengan dilema karena tidak punya kewenangan dalam menetapkan lokasi usaha sehingga setiap menerima pengaduan dari masyarakat sulit untuk menyelesaikannya.
Sementara itu, Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Ridwan Jamaludin mengatakan, PETI adalah kegiatan memproduksi mineral dan atau batu bara tanpa memiliki izin. Di Indonesia ada sebanyak 2.741 lokasi PETI, dengan 2.645 lokasi mineral dan 96 lokasi batu bara.
"PETI bukanlah pertambangan rakyat. Karena pertambangan rakyat yang sesungguhnya, memiliki aturan dan regulasi yang sudah jelas. Sedangkan PETI tidak mengikuti regulasi yang ada, tidak mengikuti tata kelola yang baik, hingga membahayakan dan merusak," ujarnya.
Selain melanggar berbagai aturan yang ada dan regulasi secara esensial, PETI kata Ridwan juga melanggar Undang-undang 1945. Bahkan menurutnya, PETI tidak sejalan dengan pasal 33 ayat 3 yang berbunyi bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
"PETI dikuasai oleh sekelompok orang bahkan oleh pemodal-pemodal besar, dan jauh dari dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk masyarakat luas," ujarnya.(gem)
Laporan SOLEH SAPUTRA, Pekanbaru