IMLEK 2571

Dimaknai Kuat, Makmur, dan Beruntung

Pekanbaru | Sabtu, 25 Januari 2020 - 15:51 WIB

Dimaknai Kuat, Makmur, dan Beruntung

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Tahun baru Imlek 2571 atau yang disebut dengan Festival Musim Semi, Sabtu (25/1) hari ini, merupakan hari yang paling membahagiakan bagi etnis Tionghoa. Menurut kepercayaan etnis Tionghoa, Imlek tahun ini merupakan Tahun Tikus Logam yang dimaknai sebagai tahun yang kuat, makmur, dan beruntung bagi hampir semua zodiak Cina.

Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Provinsi Riau Stephen Sanjaya mengatakan, menurut kepercayaan Tionghoa, tikus logam memiliki sifat yang kreatif, cerdik, sehingga orang yang mempunyai shio tikus akan menjadi orang yang kreatif, jujur, murah hati, ambisius, cepat bertindak, dan hemat. Apalagi, tahun 2020 dianggap sebagai tahun awal dan pembaruan. Dan menjadi tahun yang luar biasa untuk mendirikan usaha, memulai bisnis, atau menginvestasikan uang dalam proyek jangka panjang, memiliki peluang besar untuk masa depan.


"Tahun ini adalah tahun pendorong atau pendobrak di mana setiap usaha yang kita lakukan akan makmur dan di tahun-tahun berikutnya semua akan mengalir mengikuti arusnya," ucap Stephen Sanjaya, Jumat (24/1) .

Stephen menambahkan, secara global Indonesia di tahun ini dapat menjadi pemimpin dalam hal sumber daya alamnya. Sedangkan untuk Provinsi Riau, di tahun ini juga menjadi yang baik dalam segi industri kelapa sawit . Di mana saat ini harga sawit di Provinsi Riau sudah berada di harga yang mulai bagus dan diperkirakan harga ini dapat lebih bagus di tahun ini.

Apalagi, saat ini India sudah tidak lagi menggunakan sawit dari Malaysia, sehingga menurut Stephen,  ini dapat menjadi celah bagi Provinsi Riau dan Indonesia untuk menjual produknya ke negara yang memerlukan CPO.

"Ini peluang yang sangat besar bagi Provinsi Riau untuk menyejahterakan masyarakatnya khususnya para petani sawit. Kalau sampai negara-negara yang memerlukan CPO mentah tersebut mengambil dari Provinsi Riau, maka petani sawit kita akan dapat menikmati peningkatan penjualan dan dapat menafkahi keluarganya," ucapnya.

Namun, dalam segi budaya. Pemerintah Provinsi Riau harus bergandengan tangan dan membina para pelaku seni dan budaya serta UMKM lokal untuk melestarikan kebudayaan Melayu di Bumi Lancang Kuning, dengan membuat acara yang sifatnya berkonten lokal.

"Kalau untuk pariwisata, Pemerintah Provinsi Riau harus banyak belajar dari provinsi-provinsi lainnya di Indonesia seperti di Jawa Tengah yang memiliki karnaval budaya, dan adanya tempat pagelaran seni setiap pekannya untuk menarik para pelancong berkunjung ke sini," kata dia.

Sementara itu Ketua Dewan Pembina PSMTI Riau Peng Suyoto mengatakan, di Tahun Tikus Logam ini seluruh masyarakat harus optimis dengan menghadapi tantangan global. Pasalnya, dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa terdapat suatu legenda terkait pertandingan 12 shio yang akan menentukan siapa menjadi yang pertama dalam perlombaan ini.

Seperti diketahui ada 12 shio menurut dalam penanggalan Cina yaitu tikus, kerbau, harimau, kelinci, naga, ular, kuda, kambing, kera, ayam, anjing, dan babi. Dan tahun 2020 merupakan tahun tikus.

Kenapa tikus dapat menempati urutan pertama, karena tikus dikenal dengan kecerdikannya, dan pandainya sehingga ia bisa menumpang di tubuh hewan besar dan gagah. Tikus dikenal tangguh dalam berlomba. Pekerja keras tidak menyangka akan ditumpangi oleh tikus saat perlombaan berlangsung.

Semua lengenda ini memang banyak dicerminkan dalam kehidupan sehari-hari dan kepercayaan masyarakat Tionghoa. Itu sebabnya, mulainya tahun tikus ini adalah mulainya tahun perlombaan. "Jadi kita harus bersiap dalam memenangkan pertandingan atau kompetisi yang akan berlangsung di tahun tikus ini," ujarnya.

Sehingga, di tahun tikus ini diharapkan semua orang dapat membenahi diri dan mempersiapkan segala keperluan untuk pertandingan seperti tikus yang selalu siap dalam situasi apapun untuk memenangkan setiap perlombaan yang berlangsung.

“Kalau bisnis, semua bisnis itu bisa maju dan sukses. Dan marilah kita bersama-sama memenangi tahun tikus logam ini agar ke depan apapun yang kita perjuangan ini dapat menyukseskan kita di masa yang akan datang,” ucapnya.

Sementara itu, Dewan Pengurus Daerah Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia (Mapanbumi) Provinsi Riau Pdt Hosan SSos SAg MM menjelaskan, Imlek merupakan tradisi dari budaya Tionghoa yang lahir melalui proses serapan penduduk nusantara terhadap istilah Hokkian, yin li.

Kata Imlek berasal dari kata yin li yang dihitung berdasarkan peredaran bulan. Tapi dalam 2 atau 3 tahun sekali akan ada pertambahan bulan dalam satu tahun, tapi akan tetap disingkronkan dengan bulan sebelumnya. Makna perayaan Imlek ini adalah menyambut sebuah tahun yang baru.

Di mana Cina memiliki empat musim yang selalu memberikan makna baru seperti musim panas, musim dingin, musim gugur dan musim semi. Bahkan, menjelang Imlek banyak etnis Tionghoa yang melakukan kegiatan sosial seperti bersedekah yang diselenggarakan dua pekan sebelum Imlek guna mencari keberkahan dan berbagi kepada sesama.

"Kegiatan ini juga salah satu bentuk perbuatan yang baik atau karma baik yang diharapkan di tahun depan kita dapat menerima juga dengan baik," kata Hosan.

Selain itu, sepekan sebelum Imlek, etnis Tionghoa juga melakukan pengantaran atau memandikan dewa dan melakukan pembersihan seluruh altar di tempat sembahyang, baik di vihara atau pun dalam rumah.

Bahkan sepekan menjelang Imlek, para perantau akan berusaha pulang ke kampung halaman untuk merayakan Imlek bersama dan melakukan segala tradisi. Enam hari menjelang Imlek, warga Tionghoa juga mulai berburu membeli perlengkapan Imlek dengan warna yang memiliki makna suka cita.

"Biasanya di Hari Raya Imlek masyarakat akan menggantungkan lampion berwarna merah di area teras rumah atau di seluruh rumah sebagai simbol suka cita atau kebahagiaan yang tengah dirasakan saat imlek ini," jelasnya.

Bahkan, di malam tahun baru Imlek biasanya etnis Tionghoa melakukan kegiatan makan bersama dengan menu makanan yang memiliki simbol dan arti khusus di tahun baru. Dalam jamuan makan malam bersama ini, etnis Tionghoa selalu didampingi dengan kue bakul atau kue keranjang yang memiliki makna rasa manis dan juga mempererat semua baik antara keluarga maupun persaudaraan antar umat.

Selanjutnya, setelah selesai melakukan makan bersama, tepat di detik-detik pergantian tahun baru, masyarakat Tionghoa juga melakukan kebaktian syukuran di vihara dan kelenteng. "Selesai melakukan doa, kami juga akan menghidupkan petasan atau kembang api saat malam pergantian tahun baru. Arti suara petasan tersebut dapat mengusir sifat-sifat negatif di tahun baru, serta mengusir makhluk halus agar tidak menganggu dan menjauhi kita di tahun baru ini," ujarnya.

Di Hari Raya Imlek masyarakat Tionghoa akan melakukan tradisi berkunjung kepada keluarga yang lebih tua, dan nantinya para orang tua ataupun keluarga besar akan berkumpul untuk melakukan prosesi sungkeman kepada orang yang lebih tua sembari mengucapkan xin nian kuai le atau happy new year atau selamat tahun baru, dan juga gong he xin xi.

Namun, pemberian angpao ini hanya dapat diberikan kepada keluarga inti saja, dan wajib diberikan kepada keluarga yang belum menikah. Sedangkan keluarga yang telah menikah tidak wajib menerima tapi hanya memberi semata.

Sedangkan, Humas PSMTI Riau Ket Tjing menjelaskan, kegiatan satu hari menjelang pergantian tahun baru bagi warga Tionghoa yang masih mengikuti tradisi budaya adalah melaksanakan sembahyang kepada para leluhur atau orangtuanya yang telah wafat di altar rumah masing-masing.

Hal tersebut sesuai pepatah Tionghoa, ketika minum air ingatlah sumbernya. Maksudnya kita ada di dunia ini karena adanya budi orang tua dan leluhur. Selain itu, Jumat (24/1), semua masyarakat sibuk mempersiapkan akhir menyambut Tahun Baru Imlek (Hokkian : sincia), seperti memasang pernak-pernik, menyiapkan kue-kue dan minuman untuk kerabat dan tamu yang akan berkunjung masak makanan utk makan malam bersama keluarga. Tapi di kota-kota besar umumnya makan di restoran atau hotel.

Setelah itu, malam chuxi ini yaitu sebelum pergantian tahun, melaksanakan ritual dan syukuran tahun yang berlalu dan berdoa menyongsong tahun baru dengan harapan-harapan yang baik. "Ritual tersebut dapat digelar di rumah masing-masing atau dialek Hokkian: pai thikong, sujud sembah (puja) kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun ke tempat ibadah sesuai keyakinan masing-masing," kata dia.

Selain itu, masyarakat Tionghoa menganggap hari pertama di Tahun Baru Imlek merupakan awal mulanya nasib dan keberuntungan pada tahun yang bersangkutan sehingga banyak sekali larangan dan pantangan dalam merayakan Tahun Baru Imlek.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook