PEKANBARU (RIAUPOS.CO) Kumpul-kumpul bagi para anak muda adalah hal yang biasa. Tapi kumpul-kumpul bisa menghasilkan uang, menjadi luar biasa. Begitulah yang dilakukan oleh sejumlah anak muda di Kelurahan Tebing Tinggi Okura, Kecamatan Rumbai Pesisir.
DI sisi Jalan Okura, berdiri sebuah bangunan. Sepintas, bangunan tersebut terlihat hanya tempat nongkrongnya anak muda. Bangunan itu dinamai “CH” atau Cendawan House. Ya, di sanalah tempat berkumpulnya anak muda sekaligus tempat menjalankan bisnis jamur tiram.
Setidaknya, ada delapan anak muda yang tergabung dalam komunitas Cendawan House itu. Ada yang mahasiswa, ada pula yang putus sekolah. Mereka adalah binaan PT Sinarmas.
“Ada juga kami yang cuma tamat SD di sini,” kata Ahmad Hidayat (25), salah seorang anggota Cendawan House saat ditemui Riau Pos, Rabu (19/12).
Sudah tiga tahun mereka menggeluti bisnis jamur tiram ini. Sebenarnya, sebelum menggeluti bisnis ini, mereka sudah berkawan sejak lama. Selalu berkumpul.Tapi tak tentu arah. Tak menghasilkan. Pada 2015, mereka mulai berpikir, bagaimana caranya kumpul-kumpul mereka bisa lebih berarti.
“Jadi kami pikir, apa salahnya kami bikin kegiatan yang menghasilkan. Muncullah ide untuk mengembangkan bisnis jamur ini,” kata Ahmad Nurhidayat.
Ide mereka langsung dijalankan. Apalagi, mereka mendapat dukungan dari PT Sinarmas. Mereka dibantu modal oleh perusahaan tersebut, yang disalurkan melalui pemerintah kelurahan setempat.
“Ada program CSR dari PT Arara Abadi (Sinarmas Grup), memberi bantuan usaha. Bantuan ini disalurkan melalui kelurahan,” jelasnya.
Mereka mengembangkan usaha ini dari nol. Bahkan, lahan mereka tak punya. Tapi, RT setempat meminjamkan lahannya untuk pada anak muda dalam mengembangkan usahanya. “Lahan ini milik Pak RT. RT membimbing kami. Mereka menyediakan tempat ini,” kata dia.
Setidaknya kata Ahmad Nurhidayat, dari bisnis tersebut, mampu menghasilkan pendapatan Rp16 juta dalam empat bulan. Artinya, Rp4 juta sebulan. Padahal, kerja itu hanya sambilan bagi mereka. “Ini kerja sambilan saja. Kami ada kegiatan lain juga. Ada yang kuliah juga. Kalau kami fokuskan, bisa lebih tinggi penghasilan kami,” sebutnya.
Budidaya hingga
Produk Turunan
Bisnis yang dijalani oleh para anak muda ini, dimulai dari budidaya, hingga produk turunannya. Budidayanya, dilakukan di sebuah bangunan semi permanen yang berukuran 15x6 meter.
Di dalam bangunan itu, ada sebanyak 8.000 baglog, atau gulungan tempat tumbuhnya jamur. Baglog merupakan adonan serbuk kayu yang dicampur dedak padi dan kapur bangunan. Bahan ini kemudian diaduk dan dimasukkan ke dalam kantong plastik gula.
Baglog kemudian ditaruh di rak selama lebih kurang empat bulan. Setelah dibiarkan selam tiga bulan, dengan suhu ruangan antara 25 hingga 27 derajat celsius, maka akan keluar dari sudut baglog ini tunas jamur.
“Setelah tunas jamur keluar, hanya perlu waktu sepekan, dan jamur ini siap untuk dipanen,” kata anggota Cendawan House lainnya, Eko Prasetiyo (22).
Satu baglog bisa dipanen hingga empat bulan. Jangka waktunya hanya berselang tiga hari. “Jika hari ini dipanen, maka tiga hari berikutnya jamur akan tumbuh dan siap dipanen kembali. Begitu seterusnya hingga empat bulan,” jelasnya.
Setelah empat bulan baglog tidak lagi bisa memproduksi jamur, maka harus diganti dengan membuat adonan baru. Untuk membuat baglog baru, para anak muda ini menyiapkan adonan sebanyak 14 angkong serbuk kayu, dedak padi seberat 25 kilogram dan satu kilogram tepung bangunan.
“Tepung bangunan ini gunanya untuk menetralisir tingkat keasaman adonan tersebut. Setelah dicampur, adonan tersebut bisa menghasilkan 300 baglog,” kata dia.
Untuk pasarnya, kata dia, beragam. Ada yang dijual melalui online, ada juga yang datang langsung ke lokasinya. “Kami jual di instagram. Per kilogramnya, kami jual Rp40.000,” katanya.