RIAUPOS.CO - Mentari baru saja mulai tenggelam di ufuk barat. Aktivitas para pedagang jajanan kuliner mulai menggeliat. Para pedagang kaki lima (PKL) pun mulai menggelar dagangannya. Mereka ada yang menempati tepian jalan jalur lambat Jalan HR Soebrantas. Sebagian pedagang ada yang menempatkan gerobak dagangannya di atas trotoar.
Riau Pos sejak menjelang petang sudah nongkrong di area para pedagang di jalur lambat tersebut. Puluhan pedagang berbaris rapi di sepanjang jalur lambat. Sebagian besar pedagang menjual kuliner, seperti martabak yang sudah dikombinasi dengan berbagai varian rasa kekinian. Pada bakso bakar, pembeli dapat sesuka hati memilih rasanya.
Kemudian ada penjual segala minuman jelly drink dengan banyak rasa. Jus buah segar juga tersedia. Sate Padang juga ada. Yang cukup spesial yaitu lontong dengan lebih dari empat pilihan rasa. Lontong yang biasanya menjadi makanan favorit sebagian orang untuk sarapan, disediakan petang hingga malam di area jalur lambat. Bagi mereka yang ingin dan suka ngemil, berbagai makanan dan minuman bisa juga ada di jalur lambat Jalan HR Soebrantas itu.
“Pada akhir pekan, pengunjung akan lebih ramai lagi dibanding hari biasa seperti sekarang ini,” ujar Adi, pedagang molen kepada Riau Pos, malam itu. Molen yang dia jual yakni gorengan pisang yang diiris dengan ukuran kecil-kecil dan dibalut tepung adonan kemudian digoreng sedikit krispi. Dia menempatkan gerobaknya atas trotoar di area jalur lambat Soebrantas tersebut.
Sebelumnya dia juga sempat memperkenalkan diri dan mempersilakan Riau Pos duduk di kursi yang memang sudah ada di dekat gerobak dagangannya. Adi begitu cukup sibuknya melayani pembeli yang singgah di lapaknya tersebut. Terkadang di sela-sela meladeni pembeli, ia juga sesekali terlihat melihat layar di ponselnya.
Dia sibuk membalas WhatsApp (WA) keluarganya yang ada di daerah Sumatera Utara (Sumut) itu. Adi sudah dua tahunan hijrah dari kampungnya di Pekanbaru untuk mengubah nasib dengan berdagang molen. Penghasilannya cukup lumayan. Dalam sehari jika pas waktu sedang ramainya pembeli, terutama saat akhir pekan dia bisa mengantongi lebih Rp100 ribuan.
“Kalau tak akhir pekan seperti sekarang ini ya tak sampai Rp100 ribulah. Hari biasa ya bisa dibilang cukup sepi. Sudah sepi pembeli diminta uang pula sama orang yang mengaku dari Satpol PP. Kan tambah pusing para pedagang seperti saya area sini,” keluh dia.
Sudah ada beberapa malam ini, Adi diminta didatangi seseorang yang mengaku dari Satpol PP dan meminta uang kutipan sebesar Rp3.000 untuk setiap malamnya. “Sudah tiga malam ini saya diminta uang katanya dari Satpol PP. Dia datangnya sekitar pukul 20.00 WIB, sendirian. Dia bilang uang harian,” terang Adi.
Kalau setiap malam dimintai uang harian seperti itu, Adi dan para pedagang jajanan kuliner malam di ruas jalur lambat tersebut dirasa cukup memberatkan. “Kalau pas dagangan sepi ya memberatkan juga, kan setiap hari itu diminta dia,” tambahnya. Adi mengaku tidak mengetahui siapa nama orang yang mengaku dari Satpol PP tersebut.
Namun menurut Adi dan beberapa pedagang lainnya, orang yang menarik uang harian sebesar Rp3.000 setiap malamnya itu berperawakan badan cukup besar. “Badannya cukup besar. Kulitnya sedikit kuning keputihan dan rambutnya naik ke atas,” ujar pedagang lainnya yang tak mau disebutkan namanya itu.
Selain harus membayar uang sebesar Rp3.000 tersebut, para pedagang harus mengeluarkan uang sebesar Rp5.000 lagi. “Kami sudah bayar Rp5.000 kepada orang yang mengaku pemuda sini. Rp5.000 itu untuk uang kebersihan setiap pekannya. Tetapi kami tak pernah diberikan karcis atau tiketnya,” tambah dia lagi.
Menurut sejumlah pedagang lainnya, jika ada tiket, maka pedagang merasa lebih lega. Saat ini, mereka hanya tahu jika uang yang diberikan tersebut hanya jatah preman (japrem) saja. Sebab tidak ada bukti jika itu pungutan resmi dari pemerintah. Apalagi mereka juga tetap waswas jika sewaktu-waktu ada penertiban dari petugas.
“Kurang tahu itu jatah preman atau tidak, tetapi yang jelas kan tak resmi. Gak ada karcis atau tiketnya saat kami bayar,” terang pedagang lainnya.
Sekitar tiga jam Riau Pos duduk kursi yang ada di sekitar gerobak Adi penjual molen tersebut. Orang yang kerap datang meminta uang sebesar Rp3.000 tersebut ternyata tak kunjung muncul menagih uang kepada Adi. “Biasanya jam delapan tadi, tetapi sampai larut malam ini kayaknya di gak muncul ne,” jelas Adi sambil berdalih tidak tahu setoran Rp3.000 tersebut untuk keamanan pedagang di atas trotoar agar tidak digusur petugas atau tidak.
Sebagian orang mendukung keberadaan para pedagang jajanan kuliner di jalur lambat tersebut. Selain bisa menjadi tempat wisata kuliner baru bagi masyarakat Pekanbaru, juga dapat menambah pendapatan para pedagang maupun pelaku usaha kecil.***
Laporan JOKO SUSILO, Pekanbaru