PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Sepasang tangan tampak sangat agresif mengais tanah. Tanah yang dikais, kemudian langsung dikumpulkannya dalam karung-karung berukuran 10 kilogram. Tangan tersebut ialah milik seorang ibu bernama Mely. Wanita paruh baya ini memang sehari-hari mencari tanah hitam.
Tren bercocok tanaman yang belakangan tengah naik daun, nyatanya menjadi peluang meraup keuntungan tersendiri bagi Mely. Warga pesisir Sungai Siak ini pun menjual tanah hitam yang sebelumnya tak terlalu dilirik. Tanah hitam tersebut, dijualnya kepada orang-orang yang memerlukannya untuk aktivitas cocok tanam.
‘’Sejak beberapa waktu belakangan ini saya coba jualan tanah hitam. Karena lagi banyak yang menanam bunga. Ternyata laku. Rp10 ribu per karung," ujarnya.
Ia biasa sehari-hari mengais tanah hitam di sekitaran Jalan Nelayan. Setelah itu, tanah basah yang sudah padat dalam karung bekas beras itu ia jajakan di lapak seadanya di tepi Jalan Nelayan tersebut. Perhari, bisa laku sekitar 10 karung. Targetnya bukan hanya orang yang sekadar hobi bertanam, namun ia juga menjual kepada pengusaha tanaman, untuk dijual kembali.
"Lumayan banyak yang cari. Karena tanah yang saya jual tanah murni tanpa campuran lain. Untungnya lumayan lah untuk membantu ekonomi sehari-hari selama pandemi ini," sambung ibu rumah tangga ini.
Di sepanjang Jalan Nelayan sendiri, setidaknya ada sekitar 10 lapak yang menggelar dagangan yang sama seperti dirinya. Warga daerah tersebut jadi terinspirasi untuk ikut menjual tanah hitam yang sebelumnya mungkin tak terpikirkan oleh mereka.
Berkarung-karung tanah hitam perhari mampu mereka jual. Hanya dengan modal mengais tanah di hamparan bekas pabrik di bawah jembatan Siak dan karung beras bekas, pundi-pundi uang pun bisa mereka dapatkan. Nyatanya, kalau jeli melihat peluang, hal-hal yang menurut kita tak berharga, bisa mendatangkan keuntungan. (azr)