“Perusahaan mengelola kurang lebih 78 ribu hektare areal tanaman kelapa sawit yang tersebar di 5 daerah tingkat II di Provinsi Riau,” kata Amal.
Dalam prosesnya, katanya, budidaya perkebunan menghasillkan residu baik dalam bentuk padat ataupun cair dalam jumlah yang signifikan pula.
Dengan perkembangan teknologi, residu atau limbah sawit ternyata berpotensi untuk menjadi sumber energi terbarukan seperti energi listrik.
“Saat ini PTPN V telah memiliki satu pembangkit listrik tenaga biogas yang dibangun dengan sistem BOT dengan PT KME di PKS Tandun. Juga telah merencanakan pembangunan lain dengan skema BOT di PKS Sungai Pagar, Sungai Galuh dan Sungai Garo. Tapi untuk pembangunan pembangkit serupa di Sungai Intan, perusahaan berencana akan membangun sendiri. Untuk itu tentu kami memerlukan bantuan dari berbagai pihak termasuk dari para peneliti dan akademisi seperti di Universitas Riau,”bebernya lagi.
Untuk itu, menurut Amal pihaknya memiliki harapan besar atas nota kesepahaman yang ditaja. “Daya saing industri perkebunan saat ini menekankan kepada efisiensi. Ditambah isu-isu lingkungan yang sekarang mengemuka. Maka harapan kami, dengan didukung kemampuan kedua belah pihak dalam mengembangkan fungsi masing-masing, baik dalam Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Alam, Teknologi dan Kemitrausahaan, akan lahir inovasi-inovas baru yang akan memberi manfaat bagi kelangsungan usaha serta memberi nilai tambah bagi PTPN V,’’ ujarnya.(eca)