Jika kondisi sudah seperti itu, anak-anak sekolah pun terpaksa harus mengganti alas kaki mereka dengan plastik kresek. Mereka harus pergi sekolah dengan berjalan kaki mendaki jalan berlumpur karena tidak ada kendaraan yang bisa melewati medan berat tersebut.
Warga lain, Sugianto yang merupakan salah warga pertama yang tinggal di wilayah tersebut mengatakan memang ada jalur alternatif lain yang bisa dilewati kendaraan saat musim hujan. Namun jaraknya begitu jauh sehingga warga harus berputar putar dan menghabiskan waktu lebih lama. ”Alternatif jalan lain ada. Namun jaraknya lebih jauh. Jika melewati jalan simpang proyek hanya sekitar 500 meter, melewati jalan alternativ kita harus menempuh jarak 1,5 kilometer untuk sampai ke jalan raya. Dan itupun melewati jalan perumahan lain dengan medan yang berliku liku,” pungkasnya.
Sebagai warga yang sudah enam tahun memiliki pengalaman pahit dengan kondisi jalan yang parah tersebut, Sugianto mengaku ia dan pihak RT sudah beberapa kali menyurati pihak terkait untuk memohon perbaikan jalan. Beberapa tahun lalu, warga sepakat melayangkan permohonan perbaikan jalan ke Dinas Pekerjaan Umum. ”Permohonan ke PU sudah dilayangkan dua kali. Pengukuran pun sudah dua kali dilakukan. Tapi hingga kini belum ada realisasi,” tuturnya.