Sehari-hari, Kar bekerja sebagai tukang urut di rumahnya. Ia tak menjadikan keterbatasan fisiknya untuk mencari jalan pintas mencari rezeki. “Kami ini ada persatuannya. Kalau di Indonesia ada Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni). Ada juga yang provinsi. Seperti ini (kegiatan pesantren kilat, red) rata-rata dari anggota yang di provinsi,” tutur Karmaini.
Diajarkan Salat
Meski terkendala keterbatasan fisik, 38 orang penyandang tunanetra di sekitar Kota Pekanbaru yang tergabung ke dalam komunitas tunanetra Riau tetap bersemangat mengikuti pesantren kilat di Masjid Al Ittihad Rumbai. Niat dan semangat dalam beribadah para peserta “spesial” tersebut mengalahkan segala keterbatasan fisik mereka.
Kegiatan yang digelar tanggal 19-20 Mei 2018 ini merupakan kali pertama diadakan di Masjid Al Ittihad. Ramadan sebelumnya diadakan di Masjid Raudhatul Jannah.
Mereka diajari tentang cara salat nabi. Apa saja hal penting yang menjadi rukun wajib dan sunah dalam salat. Membaca Alquran braille juga menjadi materi dalam kegiatan.
Untuk memudahkan peserta, Ustaz Zamzami Juned Lc sebagai mentor dibantu panitia menuntun peserta mempraktikan cara salat yang benar.
Peserta antusias mengikuti instruksi dari ustaz. Berbagai pertanyaan spontan dilontarkan. Karena keterbatasan penglihatan, membuat peserta lebih sering bertanya apakah yang ia praktikkan sudah benar atau belum.
‘’Apakah begini posisi tangan saya saat berdiri salat, Ustaz? Atau begini Ustaz?’’ ujar mereka.
Ustaz Zamzami kemudian mengarahkan dengan mengatakan, ‘‘tidak, ke atas lagi, lalu geser ke kanan’’.