Dari barang-barang hasil daur ulang itu, mereka bisa menjual barang-barang tersebut dari nilai paling murah Rp5 ribu hingga yang paling mahal Rp100 ribu. "Ya tergantung tingkat kesulitan dan pola yang kita buat dalam kerajinan tersebut," jelas Soffia yang juga Ketua Yayasan Komunitas Aksi Lingkungan (Komunal) Riau.
Untuk Dallang Collection sendiri dikatakannya, sudah berdiri sejak tahun 2007 yang lalu. Mereka sendiri memiliki 40 pengrajin guna pengolahan sampah. "Ada 40 orang yang semuanya ibu-ibu yang berasal dari Pekanbaru. Mereka semua kita bagi pekerjaannya, ada yang tugasnya membersihkan sampah sebelum di daur ulang, memilah, menjahit dan membuat pola, " jelasnya yang terlihat kelelahan. Untuk bahan sampah yanh mereka peroleh disampaikannya berasal dari bank sampah.
Bank sampah bertujuan untuk menyadarkan masyarakat dan sekolah agar sadar memilah, mana sampah organik dan mana yang sampah nonorganik. Untuk sampah organik merupakan sampah yang bisa diserap oleh tanah seperti sayur, buah dan lain sebagainya. Sedangkan nonorganik sampah yang sebaliknya tidak bisa diserap oleh tanah, seperti kotak, kaleng, botol, plastik dan lainnya.
Dilanjutkannya, untuk bank sampah mereka memiliki mitra di masyarakat dan 100 sekolah yang tergabung di tingkat TK, SD, SMP, SMA, dan Universitas yang ada di Pekanbaru. Kemudian katanya, secara teknis pihaknya akan mengajak siswa yang ada di sekolah untuk membawa sampah nonorganik milik orang tuanya ke sekolah, dan setiap minggunya pihak Dallang Collection akan menjemputnya. Bukan hanya daur ulang sampah nonorganic, mereka juga mengolah sampah organik. Sampah organik diolah pihaknya untuk dijadikan pupuk kompos. Dari pantauan Riau Pos, sampah yang diangkut pihak Dallang Collection tidak jauh dari tempat daur ulang tersebut, hanya berada tepat disamping tempat proses daur ulang. Terlihat satu mobil pick up terparkir dengan muatan sampah plastik.(cr1/ksm)