Rovanita mengakui biaya terapi dan pendidikan untuk anak autis jauh lebih besar daripada biaya sekolah anak-anak biasa. Sebab, setiap anak ditangani sendiri-sendiri sesuai kondisi dan perkembangannya. Kondisi ini menyebabkan anak autis harus mendapat terapi dari beberapa terapis sekaligus, seperti terapi bicara, terapi perilaku, serta terapi sensori integrasi. Tentu saja hal ini menjadikan biaya penanganannya menjadi tidak murah.
”Saat ini Anak Mandiri mendanai 13 anak autis dari keluarga tidak mampu, berat memang, tapi tetap harus dilakukan. Kami tidak mungkin menolak, karena jika tidak mendapat terapi dan pendidikan yang tepat, anak-anak autis bisa semakin parah kondisi fisik maupun mentalnya,” tutur Rovanita, yang mengaku sangat berterima kasih kepada para donator, termasuk Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau Dr h Kamsol yang membuka rangkaian acara HUT Anak Mandiri.
Selama ini, ujar Rovanita, ia bersama keluarga besarnya berusaha menangani sendiri anak-anak tidak mampu yang dibawa orangtua untuk diterapi di Anak Mandiri. Namun, karena jumlahnya semakin banyak, Rovanita akhirnya bersedia menerima bantuan orang-orang yang peduli. Dengan adanya bantuan tersebut, ia berharap penanganan terhadap anak autis dari kalangan tidak mampu akan makin optimal.
Peringatan HUT ke-17 Anak Mandiri tersebut, berlangsung sangat meriah karena diisi oleh anak-anak autis yang menunjukkan kemampuan masing-masing di bidang musik, menyanyi, maupun menari. Di Anak Mandiri, setiap anak autis bisa memainkan alat musik yang ada di sekolah tersebut, seperti drum, perkusi, organ, maupun gitar. Selain itu keterampilan, musik juga bisa menjadi salah satu terapi yang diperlukan anak autis untuk melatih konsentrasi maupun mengasah bakat mereka. Bahkan, banyak anak autis yang berhasil menjadi musisi karena mereka memliki kepekaan lebih dibandingkan orang biasa.(yls)
Laporan : RINALTIE OESMAN